Kota rantau di seberang sana, tapi
entah kenapa kali ini rasanya ada yang beda ketika harus kembali. Seolah ada
senyum yang aku tinggalkan dikota kecil itu. Kenyataan yang luar biasa aneh, rasanya
mau tetap tinggal tanpa alasan apapun. Konyol. Entah, aku sendiri nyaris tidak
menyadari apapun itu, terlalu gengsi memikirkan perasaan ku sendiri.
Aneh. Perasaan macam apa ini? Semacam
unsur yang berikatan dengan unsur lain dan menjadikannya senyawa. Ganjal.
Biarkan alam isyaratkan, sekalipun aku – dia tidak akan pernah mengerti.
Aku
sendiri terkadang tidak pernah tau
Apa
yang terjadi pada hatiku, untuk hatiku, dan dari hatiku
Semuanya
mistik, fantastik, klasik
Sampai
aku menemukan satu titik fokus, semacam poros
Dimana
ia berputar selama itu ia melingkar di titik itu
Semua
jadi nampak ajaib
Hampir saja aku amnesia, siapa
aku. Kenapa aku meninggalkan hari lebih cepat dari hari-hari sebelumnya? Aku
makin resah saja dengan sesuatu yang tidak aku mengerti. Serasa mengeja
prasasti dan mengartikannya kata demi kata sedang satu kalimat bisa terbaca jelas
satu jam kemudian. Ibarat berjalan, rasanya tertatih. Dan sampai saat ini aku
masih berjalan dengan bantuan seonggok tongkat.
Pernah
mencoba menjauh dari titik fokus itu
Tapi
entah kenapa ya,
Semakin
jauh, titik fokus itu mengalami perbesaran
Dan
sampai akhirnya ia semakin dekat
Mungkin aku sedang berpura-pura
bodoh atau aku sedang berpura-pura lupa atau bahkan sedang berpura-pura tidak
tau. Tapi sesungguhnya aku tidak sadar atau sedang berpura-pura tidak sadar. Aku
tidak tau. Semua yang terjadi serasa asing, keadaan ini juga asing dan kegilaan
ini apalagi. Semuanya serba tidak jelas, mana huruf dan mana angka. Malapetaka !
Sampai
kapan berputar-putar seperti ini?
Serius,
aku muak dengan titik kecil yang diibaratkan titik fokus !
Berhentilah
membuatnya berputar,
Berhentilah
membuatnya berkeliling
Berhentilah
menjadikannya pusing
Kadang aku tersenyum sendiri,
apa-apa jadi menyenangkan. Sudah cukup rasanya kegilaan ini. Aku ingin muntah
tapi tertahan karena sebuah lelucon yang menjadikan bumi dan matahari tersenyum
di waktu yang sama.
Tidak
perlu tertawa terbahak-bahak,
Telingaku
masih mampu mendengar senyummu
Meskipun
selat memecah
Silahkan pergi tapi jangan lupa
kembali. Silahkan datang kapan saja dan ukirlah senyum ini lagi. Kenyataankah
yang sedang ku alami ini? Kenapa kenyataan seperti ini yang aku hadapi? Kenapa
cahaya itu terkadang cepat sekali memudar, namun cepat sekali terang-benderang?
Jelmaan apa yang sedang dibuatnya? Aku sudah terlanjur tidak mengerti, jadi
teruskan saja permainan mu. Biarkan aku tetap bodoh, sampai bodoh ini menjadi
manja. Biar semua sama-sama lelah, biar semua saling mengalah.
-o-
Apa ini yang tiba-tiba membuat
ku murung? Entah kenapa merasa tak enak saja hati ini. Tak lama kemudian aku
sadar, kemarin aku sedang jatuh cinta. Rasanya seperti melayang-layang tanpa
batas. Rasanya semua tempat sama saja, sama indahnya. Tapi aku sadar ketika aku
jatuh, aku hanya sedang jatuh cinta dalam mimpi. Aku tidak sedang nyata.
“Aku sadar akan siapa aku. Walau
kita sama, sama-sama biru sedang aku hanya ombak. Aku hanya akan nampak indah
di antara hamparan pasir. Sedang kamu, kamu adalah langit yang membentang
mengisi angkasa dan selalu indah dikala pagi – siang - petang”, ku
hela nafas dalam-dalam.
“Aku tidak tau caranya pergi,
maka buatlah jarak antara aku dan kamu. Aku tidak tau caranya menghindar, aku
tidak tau caranya lepas, dan aku tidak tau caranya melupakan. Kamu benar, aku
memang bodoh. Bodoh”
Kebodohan ini terus mengikuti
kemanapun aku berjalan. Kebodohan ini terus menjajah tanpa peduli. Siapapun, ku
mohon lepaskan rantai kebodohan ini, aku ingin bebas. Aku ingin hidup seperti
sebelum aku mengenal penjara. Penjara yang banyak mengingatkan tentang kamu.
Mau makan harus mengingatmu, minum juga masih mengingatmu, diam apalagi hanya
kamu yang ku ingat, sampai tidur ku pun ada kamu terjebak di dalam lapisan
mimpi. Sungguh aku menderita melihat keadaan ku sendiri. Walaupun keadaan ini
tidak pernah memaksa ku untuk mengingatmu. Tapi kenyataan yang menganjurkan
demikian. Aku tersiksa, aku putus asa, aku sia-sia.
Aku
tidak menyangka
Kamu
pun ia,
Aku –
kamu 30 senti
Aku
bukan besi
Kamu
bukan magnet
Tapi
kenapa ada dua kutub yang berlawanan?
Bukan
aku yang mau,
Bukan
kamu yang berkehendak,
Tapi
kita sama-sama tidak menolak,
Sampai
salah satu menjadi sengsara
Salah satu
menerka-nerka
Dan
aku jatuh cinta,
Sungguh
malapetaka !
Aku menyanyi, tapi aku tidak tau
apa yang sedang ku nyanyikan. Ku petik gitar, tapi aku lupa kunci nada. Aku
ingin bicara, tapi aku hanya mampu diam. Aku ingin pergi, tapi aku tetap saja disitu.
Seperti inilah menjadi sesuatu yang benar-benar tidak berdaya. Hanya mampu
dimengerti diri sendiri. Beginikah seterusnya? Jika ini berbatas waktu, sampai
kapan aku begini? Kamu bukan ekstasi yang membuat ku candu, bukan? Kamu bukan
anggur yang membuat ku mabuk, bukan? Sampai kapan aku sakit? Aku ingin sembuh.
Aku tidak mau terus-menerus lumpuh.
-o-
Sudah terlalu lama aku hidup
dalam belenggu ketidakwarasan, di borgol oleh kegilaan, di sekap dalam kobodohan.
Sejauh ini, aku berjalan dan mendekati dengan tujuan tapi sayang sekali aku
harus balik arah. Aku menyerah. Aku sudah pasrah. Aku tidak mau melangkah ke
arah yang bukan jalan ku. Aku pulang. Aku datang. Selamat siang. Petang,
sambutlah aku. Bintang, bermainlah dengan ku.
“kalau nanti aku jadi
pacarmu, aku akan jadi pacar yang baik. Yang selalu mengingatkan mu untuk tidak
lupa makan, istirahat yang cukup, jaga kesehatan, mengingatkan tugas-tugas
kuliahmu, jadi supporter setiamu ketika kamu latihan basket. Aku akan bawel
ketika kamu sakit, akan marah ketika kamu tidak mengikuti nasehat-nasehatku,
akan benci kalau kamu lupa makan dan begadang”
“I LOVE YOU” (dalam
hati)
Hai
langit,
Teruslah
menjadi biru diantara awan, bintang, dan pelangi
Hai
langit,
Tidakkah
kamu pernah sadar, awan kemarin sebelum jatuh?
Ia
adalah aku...
Aku
ombak yang menguap keatas sebelum menjadi hujan
Hai
langit,
Aku
telah kembali ke laut
Karena
hanya disini aku dapat menyaksikan mu dari bawah
Hanya
disini aku bisa selalu melihat birumu
Biru
yang indah,
Biru
yang tak terhapus senja
Biru...
-o-