Minggu, 08 Desember 2013

KAMU DALAM AKU

Kamu embun terhangat dalam gelas kopiku
Kamu uap es dalam secangkir ice creamku  
Kamu irisan daun asmara dalam silinder kertasku
Kamu edelweis dalam album herbariumku
Kamu gemersik birahi yang terpenjara dalam sungai-sungai darahku
Kamu secercah hasrat yang terjebak di langit merah ku
Kamu cahaya yang memecah kesunyianku pada kata-kata berkristal di udara
Kamu lentera pembunuh sepi lewat sajak yang melayang-layang antara angin dan laut
Kamu lekung pelangi dalam gelombang yang menembus celah dadaku
Kamu sayatan bulan yang mendekam dalam pandangan mataku
Kamu sepercik wewangian yang menemani puntung rokokku
Kamu setetes aroma yang mengikat laraku dalam taman mimpi  
Kamu ribuan riak yang menggema dalam candaku.
Kamu gerimis yang berirama dalam nadiku
Kamu siluet senja yang terlipat di teduh mataku
Kamu sisa-sisa malam yang berapi-api di ruas wajahku
Kamu simpul yang membalut getar anuku
Kamu tali yang melapisi degup rongga dadaku
Kamu siulan angin yang terjebak dalam pikiranku
Kamu aksara yang tertuang dalam ingatanku

Jember - PematangSiantar, 5 Oktober 2013
Sajak Persatuan Berty Sancaka / @nonnBerty & Borsak Sirumonggur /@sihombingLbt
via twitter

omnibus puisi

BARANGKALI BUKAN RINDU
 seketika seperti tersadar dr tidur yg panjang,
seketika seperti tertampar sangat keras,
seketika semua rindu lapuk

TAK LAGI DUA
yang tadinya rindu,
kini jadi abu...
dan bambu tak lagi butuh itu.
dua pintu jadi satu, tinggallah satu nama,
tak lagi dua !

BYE
silahkan pulang,
silahkan kembali,
aku sudah berbaik hati, rumah mu disana, hatimu juga disana...
bye-bye perspektif huruf O...

PERI-(H) RINDU

ia sedang jatuh...
ia juga seringkali gugur, dalam lamunannya sendiri...
padahal ia tau, rindunya masih satu, utuh

apa yang dipikirkan perempuan itu?
sementara rindunya tetap mekar melingkar, tidak layu, tidak juga tumbang,
ia hanya berpikir tentang seekor kumbang yang akan datang...

aku pernah berjalan diatas kepingan-kepingan hujan
bertabur serpihan rindu yang runtuh.
entah siapa pengirimnya.
ku namakan "peri-(h) rindu"

PRAGMATISME SENYUM

kita hanya mengenal huruf-huruf yang menciptakan nama satu sama lain.


kita tidak pernah tau apa-apa.


tapi kita punya satu arti senyum yang sama

KSATRIA TAK BERLABUH

sementara rindu yang gelisah,
seperti raja hutan yang tersesat dalam rimbanya sendiri
kata yang terucap di malam itu, mencipta dalam lengking haru...
tak banyak, dan tak berharap jua pada pangkal ujungnya

ku antarkan perahu pada dermaga,
kemudian setelahnya, aku kembali dan ia tetap bersandar pada dermaga yang tengah dinantinya
tak ada serangkai kata yang kuucap dalam "penantian"
tak ada janji yang pernah kuuntai dalam "kepastian"
adalah apa yang terjadi dan yang berlalu...

apa yang kau cipta ketika malam?
apa yang kau sentuh ketika pagi?
ada kecupan pada mawar dari embun yang cemburu.

kenapa gugup dalam tawa?
kenapa gelisah dalam canda?
kau tak pernah terabai rasa...
kasih yang tercurah tanpa ruh dan asma

Jember, 3 Desember 2013

SAGA



Pujangga berkelana pada buih-buih kosong dan menghasilkan imaji

Lalu melentingkan bulan seperti koin berharap dia jatuh di pelukan

Sambil melingkarkan tawa tanpa peduli sedu sedan

Mengaumkan pujian bahkan malaikat enggan untuk berpaling

Suaranya merdu seperti kekasih yang memanggil sebaris nama pujaannya

Tapi hanya mengulum senyum karena melihat dirinya bahagia

Senyumnya bercabang dan jatuh pada derai pagi yang aduhai, cantik

Biarkan sinar paginya menelan rapuh dan dingin hatinya

Biarkan senja menutup kidung duka yang mengapung disudut pupil nan mungil itu

This is saga

7 Desember 2013
by : @nonnBerty & @dodopur (via tweet - retweet)

Kamis, 14 November 2013

PROSA



                Menyimpan Rindu


             Rindu... R-i-n-d-u
            Beberapa kali ku coba menelaah kata yang menyimpan miliaran rasa : suka cita atau siksa, madu atau racun, surga atau neraka, malaikat atau setan, entah definisi rindu itu tidak bisa terjamah dengan tegas. Rindu bagi seorang pujangga sendiri adalah objek yang menjadikan pena menari-nari diatas kertas, luas tanpa dibatasi langit, angkasa dan cakrawala sampai ia mencipta lima huruf menjadikannya murni satu ruang yakni R-I-N-D-U. Referensi mana yang mampu mendefinisikan rindu secara sempurna?
            Rindu itu artifisial !
            Rindu itu sel yang berkembangbiak tanpa bapak-ibunya.
            Rindu itu unsur yang berikatan dengan unsur lain dan menjadikannya senyawa.
            Rindu? Rindu itu... (hening – diam – tanpa jawaban)
            Rindu itu api yang menyala-nyala dalam tungku.
            Rindu itu malam yang disalib kekasihnya, pagi - begitu juga sebaliknya.
            Rindu itu kebodohan diam-diam.
            Rindu itu anjing !
            Rindu itu maling !
            Rindu itu atheis antara realis atau fantastis.
            Tidak ada rindu yang tidak sempurna, ia sempurna bagi pemiliknya untuk siapapun, tidak terkecuali kepada yang tidak sempurna. Rindu itu magis.
            Sudah lama aku simpulkan sajak-sajak rindu yang menggebu-gebu, hingga ia lusuh berdebu dalam tumpukan sabu-sabu. Namun ia tetap tinggal ditempat yang layak, leluasa, bebas, melompat, berlari, jatuh ataupun berdiri. Ia suka-duka paling sempurna.
            Rindu ku tidak pernah cukup, tidak pernah. Suatu pagi, ku coba simpan ia di langit. Cantik. Tapi langitpun mati. Ku simpan dalam laut, beribu sayang lautpun tak mampu menampung. Ku titipkan ia pada angin, namun tak sampai. Ku hembuskan lewat udara, ia hilang. Sampai pada ujung dimana rindu ini bertemu dengan rindunya dan menjadikannya titik api. Kecil, tapi membakar keduanya.
            ‘Hai’, serunya membuka suasana yang beku.
            ‘Hai juga’, jawabku sedikit gugup disusul pandangan liar kearahnya.
            Kami terbuai bisikan waktu, hanyut dalam konferensi meja rindu. Kau pun mungkin takkan punya daya ketika dihadapkan dengan energi yang kuat seperti ini. Inilah kekuatan magnet antara kutub utara dan selatan. Meluruh tak karuan. Meleleh cepat bagai api membakar lilin.
            ‘Kamu, tidak segemuk kemarin yang aku lihat di pasar senin’, katanya kemudian mencairkan suasana yang masih beku. ‘Mungkin karena kapan hari design baju kamu yang membuatnya tampak gemuk’ ia membuka awalan konferensi tanpa preposisi, tanpa prolog, basa-basi dan sejenisnya.
            ‘Mungkin begitu’, kataku malu.
            Dia mengerti apa tentangku dan perasaanku saat ini? Sungguh kacau balau. Ibarat gelas dituangkannya air panas kemudian ia tidak perlu lagi menunggu detik, menunggu potongan kata, menunggu hela nafas : pecah. Kami kembali diam. Melampiaskan perasaan dalam kerumunan bintang, jalan beraspal, roda-roda motor yang berputar cepat, sampai seluruh tubuhnya sudah ku telanjangi dengan mata belantara tanpa si tuan tapi tidak untuk bagian tubuh yang satu ini, mata.
            ‘Kamu sendiri kesini?’ alih-alih pertanyaan bodoh yang sudah terbaca jelas jawabannya. Seperti ini rasanya dibodohi diri sendiri dan manusia alien didepan ku yang sama sekali tidak ku mengerti perasaannya.
            ‘Seperti yang kamu lihat’, katanya dengan nada dingin.
            Ia sekarang terlihat aneh, lebih aneh dari alien yang saya tau. Raut wajahnya sedikit menginfeksi tentang apa yang ingin aku baca darinya. Tapi aku tetap tidak tau. Aku bukan filsuf panca indera yang mampu sekenanya membaca garis-garis khatulistiwa di setiap inci gerakan tubuhnya. Bahkan logika ku mati kalau bicara tentang kamu. Abstrak.
            ‘Kita disini saja? Kamu ngga gabung sama kita aja di dalam? Aku sudah pesan cappucino, ga enak kalau kelamaan. Adikku juga di dalam sendirian’
            ‘Biarin aja, adikmu sendirian’, katanya tidak peduli. ‘Aku masih pengen ngobrol sama kamu. Ga mungkin juga aku masuk. Penampilan ku berantakan gini. Kamu juga ga bilang kalau mau ke cafe, jadi aku sekedar mampir pengen ketemu kamu walau sebentar’.
            ‘Ya aku juga ga sengaja sih mampir kesini. Ini cafe baru soalnya, jadi penasaran sama menunya’.
            ‘Oh gitu’
            ‘Kamu memang niat dari rumah mampir kesini atau gimana?’
            ‘Tadi aku ke studio foto temen, biasalah numpang nongkrong aja disitu. Tiba-tiba dapat message dari kamu kalau kamu lagi di cafe ya aku samperin. Lagipula kangen banget sama kamu, udah lama kita ga ketemu ya’, dia balas  satu simpul senyum kecil.
            Tuhan, aku bisu sekarang. Aku bingung mengumpulkan kata-kata, kemudian menyaringnya agar apa yang akan didengarnya pantas.
            ‘Iya, lama sekali. sudah bertahun-tahun. Terakhir ketemu kamu, waktu aku berhenti dari dunia basket dan itu terkalkulasi 6 tahun. Lama juga ya?’ kita hanyut dalam kemesraan tawa.
            ‘Lumayan lama. Ya udah deh, gitu aja. Besok kalau kamu mau jalan sms aja. Aku temenin’
            ‘Iya. Makasih banget ya’
            Aku bak tersihir. Hilang ingatan, lumpuh, kelu. Rasanya dunia ini elastis, bagaimanapun kekuatan kita menarik dunia, ia akan kembali dalam bentuk seperti semula. Dengan alasan apapun kita terpisah ujung-ujungnya bertemu juga.

            Setelah pertemuan itu, tidak ada konferensi meja rindu kedua, ketiga dan seterusnya. Konferensi meja rindu itu untuk pertama dan terakhir, selanjutnya rindu ini kembali menjadi benih baru yang ditanam secara tabela. Semakin hari ia tumbuh, tumbuh tinggi dan besar seperti Jabon. Akarnya semakin dalam dan menyamping jauh dengan cepat. Kuat. Pertumbuhannya kilat setiap satu pikodetik. Aku dijajah rindu bangsat keparat, lagi !
            Aku pusing tujuh keliling. Habis sudah seluruh organ penting dalam diriku. Otak mengikis, hati rapuh, mata keriput, tua sudah aku. Tua juga rinduku. Namun ia tetap janda tanpa laki-laki yang meminang rindunya. Akankah gugur dan kembali menjadi benih yang terus-menerus tumbuh dari kecil sampai besar hingga banyak? Cukupkah petak satu hektar? Cukupkah airhujan menyiraminya? Cukupkah pupuk berton-ton menyuburkannya? Cukupkah waktu untuk memanennya? Tidak!
            Tiap hari rindu ini menyeragami tubuh. Ia melapisi bagian hati sampai tebal dan tak ada ruang untuk rindu-rindu yang lain. Rindu ini semakin hari makin liar. Ia tidak kenal musim, musim kemarau atau penghujan. Ia juga tidak kenal musim tanam tembakau, ia hanya kenal musim singkong kapanpun ditanam kapanpun dipanen. Rindu ini juga takkan binasa, tak jua bersuara, tak ada saksi mata ia hanya sekelumit aksara ha-na-ca-ra-ka membacanya pun dengan terbata-bata.
            Matanya meraup rupa wajahnya memenuhi seluruh pupil, mengisi tiap mili jangkau pandangnya. Menatap jemu tanpa jenuh tanpa jeda. Kemudian dilinangkannya airmata rindu yang disanjung-sanjung menjadi benalu tanpa inangnya. Ia begitu sangat lihai menggulung badai. Rindu itu tak bernama, tak bertubuh, tak rupawan, namun sederhana. Pemiliknya cuma satu, tapi tak seorangpun tau.

           

DIBALIK JEMBATAN SURAMADU

DIBALIK  JEMBATAN SURAMADU

          Sejak empat jam yang lalu sudah ku persiapkan raga dengan rapih dan manis. Duduk melekat di jendela sebelah kanan bus. Mata telanjang antah berantah memergoki alam, kadang ia menjebakku dalam fantasi sampai aku mencipta suatu halusinasi. Entah berapa kali manusia di dekat ku menyaksikan aku yang barangkali dalam benaknya sudah dipikirnya sinting. Bukti konkrit kegilaan itu sudah tidak bisa di selipkan dalam saku baju, kantong celana, atau dompet diantara lembaran-lembaran rupiah. Bayangkan, empat jam lamanya kepala tidak mau beringsut dari posisi yang sama, arah yang sama, pandangan yang sama kecuali ketika berkesempatan nyuri waktu itupun hanya untuk sejenak kabur ke alam mimpi beberapa menit. Selanjutnya, bagian cerita yang sama mengalihkan pandangan ke arah seperti semula. Kanan.
          Sejak empat jam yang lalu headset dan lagu yang sama berangsur-angsur berpesta pora ditengah-tengah gendang telinga. Sebanyak lebih dari dua ratus lagu tapi entah kenapa lagu itu saja yang terasa gurih, renyah, bikin nagih.

When I look into your eyes,
I can see how much I love you,
And it makes me realize
When I look into your eyes,
We will always be together,
And our love will never die
When I look into your eyes,
I see all my dreams come true,
When I look into your eyes...

          Pikiran ku berlabuh sejenak tepat dipinggir kapal laut “Potre Koneng”, kenapa perjalanan empat jam kali ini terasa asing dari biasanya. Entah karena Firehouse yang mewakili kenyamanan atau laki-laki dibalik jembatan Suramadu sejak empat jam lalu mengintip disamping jendela bersama udara disebelah kanan. Aku tidak sedang bernegoisasi, jadi ku iya-kan saja tawaran kalimat diakhir barusan.
          Laki-laki itu memang sedang bersembunyi dibalik jembatan Suramadu. Ia adalah alasan kenapa aku mencipta seni rasa, pikiran, dan hati menjadi adonan black forest cake, sedang tampak luarnya saja hitam pekat – pahit tapi manisnya membuat menari-nari ditengah selat jawa sekalipun kau tenggelam rasa manis itu akan semakin menyatu, menyatu, menyatu lagi, kian kuat. Nikmat !
          Mutiara apa yang sedang ditembakkan seorang sniper kedalam karang? Bukankah harusnya ia menembakkan peluru? Kemana pelurunya? Pelurunya sudah berubah dikecepatan 0,001 meter per sekon menjadi mutiara. Sihir macam apa yang demikian hebatnya merubah peluru menjadi mutiara?
          Sejak empat jam yang lalu mata racun ini mempersiapkan segenap jiwa-raga lahir-batin menyaksikan tiang-tiang kokoh Suramadu berlalu. Disana, tepat ketika bus ini belok menjauh dari kota seberang halusinasi ku menjadi-jadi. Ia berontak, teriak meronta-ronta seperti maling kesurupan jaran kepang. Ia seperti sup berupa-rupa jenis sayurnya tapi tetap satu rasa. Ia seperti kelap-kelip warna-warni lampion tapi tetap satu sumber cahaya. Ia tak butuh pamrih, tak perlu pamit, tidak berlaku pula jabat tangan apalagi kecupan. Ia hanya perlu menyelinapkan rasa dalam amplop tentang salamnya yang manis semanis-manis madu teruntuk laki-laki dibalik jembatan Suramadu yang tak pernah ku tau warna bola matanya.


Untuk mahakarya yang tersembunyi dibalik huruf O*

Rabu, 06 November 2013

RINDU YANG LAYAK

kalau punya rindu,

jangan biarkan ia bercabang.

rindu lah dengan layak,

biar tak banyak,

tapi nampak...

PELANGI YANG TAK INDAH

pelangi ku rindu,

ia hanya berwarna satu,

abu-abu.

pelangi ku ringkih,

memerah cemas,

ia sedikit takut,

berpapasan dengan kegelisahannya.

LARA MALAM

mawar pun bisa jatuh,

diujung sore.

padahal ia sangat cantik.

semakin dalam ia menjadikan sendu,

sendu bertalu-talu.

malampun sembab.

Senin, 04 November 2013

Kabut Duka

dimana kau letakkan rindu?
ia dalam palung kalbu.
dimana kau simpan kenangan?
sudah ku alirkan dalam selokan

Semak Belukar

dimana kau percikkan api?

diatas tungku asmara...

lantas kapan awal kau saling benci?

ketika rindu menjadi belantara

perempuan keramat

kau perempuan !
di lautan kau tak terkikis oleh gelombang ombak
dalam gelas, kau segenggam garam larut oleh air panas ~

Jumat, 25 Oktober 2013

Hujan Rahasia

dalam hitam ia sembunyi, dalam terang ia tampak, selalu terlihat bodoh. tapi ia ikhlas. pukul empat... menjelang subuh, hujan rahasia...

PERSPEKTIF OTAK MINUS


sedang senja di puja-puja embun
selalu ada gurau yg membuatnya tidak berdaya
dibunuh panah
dari arah beda...
berselimut darah,
bahagia...

padahal ia tidak tau,
apa yang ia tidak tau...
senja dihipnotis kisah,
ia lemah...

senja tak berdosa,
tapi kini ia lumpuh
yg tersisa hanya bius-bius asmara
ia pun lupa...

Selasa, 01 Oktober 2013

BATAS RINDU

tidak ada persoalan yang tidak terjawab
melainkan rindu yang menari-nari dipalung hati
rindu ini rimba...

jingga rindu lemah gemulai
menggoda, berbisik, menggelitik
karangan rindu terangkai sempurna

tersirat dalam logika
aku sedang buta
sebab sketsa rindu adalah candu

rindu...
tatap aku,
cukup dan akhiri

rindu ku sampai gersang
tinggal puing dan ranting
sebentar lagi akan gugur
dan jatuh di tempat yang sama bersamaan rerumputan

rindu ku melapuk
di terpa hujan,
di serang panas,
mengikis, tipis dan habis...

rindu ku berkobar, berapi-api

ia berujung pada samudera
tanpa lentera,
dia bersemi seperti cemara
tanpa duka lara

LUKISAN DI ATAS UDARA

kuas tidak selamanya butuh kanvas, ia hanya butuh udara untuk menciptakan segala sesuatunya menjadi ada
ia hanya butuh udara untuk membebaskan karyanya kepada sang imajiner

HAI LANGIT

langit tidak selalu nampak biru, kadang ia penuh coretan jingga

RINDU DAN RINDU LAGI

rindu dan cinta tidak selalu bertemu.

kadang mereka sama-sama sembunyi, sama-sama tampak semu !

rindu yang kehilangan pilar !

RINDU SIMALAKAMA

sejak tadi malam,
daun ini gugur
menanti angin pujaannya
dan mereka sama-sama berlari

tapi angin pun kadang lupa arah
daun tampak pilu
hatinya tersayat paku,
ia pun kemudian lari
tanpa jejak...
mengejar rindu yang berbuah syahdu...

TERSESAT

angin mulai resah
ia seakan takut
bumi jadi diam
ia pun ikut takut
dunia tampak layu
semua bimbang
semua ragu
tak tahu arah
dimana asalnya gubuk tuan

Minggu, 29 September 2013

DARI PAGI KEPADA PUISI


sepenggal embun
mencipta ilusi
tertuang dan tumpah
melalui rumput halia hitam

matahari masih ranum
langit menyorot jingga
ku peluk rindu erat-erat
dan rindupun jatuh
dengan rasa,
suka cita...

BALADA SEORANG DALAM PENJARA

aku terperangkap dalam sebuah nama
terkurung dibalik tubuh
terkepung oleh palung jeruji
meronta tapi nestapa
tak kuasa ku baca mantra

seperti api semakin membara
kali ini aku pasrah
dari biru hingga merah
mata ini kaupun jajah

JANJI ANGIN YANG MEMPESONA

AKU DIBALUT JANJI
AKAN SELALU BERTATAPAN

MELIHAT DUA MATA
MELIHAT DUA RAGA

AKU SEDANG TERPESONA
MUNGKIN KARENA KAU LAGI TAMPAN

MALAM DAN HUJAN TENGAH BERPELUK
IA TAMPAK MESRA
KITAPUN TERJEBAK SUASANA
DAN ANGINPUN TERLENA

UNTUK SEBUAH NAMA DALAM GENGGAMAN

aku tidak pernah lolos dari pelukmu
untuk sebuah nama dalam genggaman
senandungkan nada
ucapkan irama mantra 
tatkala lupa menerpa
bahwa alam tak berbusana

SECUPLIK AMNESIA

kita telah tiba di pucuk asmara
pelangi sedang bersaksi
bahkan debu lupa asalnya...

hilir mudik keresahan,
ruang kosong makin lemah

aku lupa
kamu lupa

buta angka
buta huruf
hanya ingat satu kata

itu cinta

RINDU HUJAN ADALAH RINDU YANG TAK ADA HABIS-HABISNYA


tidak semestinya kita ada diantara titik yang mempertemukan dua musim
saling tatap, sama-sama berdiri

ada yang menunggu datangnya hujan
ada yang menanti kembalinya kemarau

adalah rindu yang tidak pernah berjeda

aku dan cerita yang tak terungkap
selalu begini setiap hari
rindu yang randu

kering sudah kerinduan
hujan berlalu
tertiup tanpa arah
kembali dijajah rindu

SAJAK YANG TIDAK PERLU KAU TAU



ku dengar ranting sedang riang-riangnya
daun yang selalu setia
akan jatuh jua
akan jatuh jua

pena ini telah mengering
kertas-kertaspun dahaga
ada kalimat tertinggal
di bait terakhir
tentang sajak yang tidak perlu kau tau,
karena langitpun malu
akupun begitu

SAMPAI ANGIN LUPA

senja masih saja diam
padahal ia dipeluk lara
tentang kabar tak berdaya
ada luka yang membuatnya bimbang

bingkisan rahasia
ku titipkan pada malam
dengan sedikit ragu-ragu
ku sampaikan  melalui angin
sampai ia lupa  pada pesannya

PERASAAN DIANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

dia kutub dan aku aurora
mereka saling rindu
menjaga rasa
sampai kadang mereka letih

lebih dari sekedar takut
lebih dari sekedar gelisah
mereka hanya sedang cemas
sebab satu rasa ciptakan mereka

diantara laki-laki dan perempuan
berpelukan sambil malu-malu
dan mereka melupakan dingin

Rabu, 25 September 2013

LUMPUH

berhentilah berusaha membuat ku selalu ingat senyum mu...
aku ingin lupa...
aku ingin kembali ke masa ku,
masa dimana aku tidak terbelenggu oleh dunia mu...
lepas dari bayang semu, senyum, mata, apapun itu !

kenapa setiap akan lupa,
kenapa rasanya semakin dekat?
sudah tahu aku tak berdaya
tetap saja ia nekat
segala macam cara membuat ku lagi-lagi lumpuh,
derita...

tidak pernah sedekat ini
dan tidak pernah tahu warna bola mata mu,
tidak juga dengan senyum mu,
bahkan aku mengagumi mu dari arah belakang,
ketika kamu berlari, melompat dan memasukkan bola dalam ring...
aku cukup melihat pundak mu, dan aku bahagia...

tapi rasanya aku harus berbohong !
bohong pada perasaan sendiri,
sampai aku sedih
sampai pundak mu menjadi pilar ku,
aku menangis disitu

Selasa, 24 September 2013

UNTITTLED


                Kota rantau di seberang sana, tapi entah kenapa kali ini rasanya ada yang beda ketika harus kembali. Seolah ada senyum yang aku tinggalkan dikota kecil itu. Kenyataan yang luar biasa aneh, rasanya mau tetap tinggal tanpa alasan apapun. Konyol. Entah, aku sendiri nyaris tidak menyadari apapun itu, terlalu gengsi memikirkan perasaan ku sendiri.
                Aneh. Perasaan macam apa ini? Semacam unsur yang berikatan dengan unsur lain dan menjadikannya senyawa. Ganjal. Biarkan alam isyaratkan, sekalipun aku – dia tidak akan pernah mengerti.
Aku sendiri terkadang tidak pernah tau
Apa yang terjadi pada hatiku, untuk hatiku, dan dari hatiku
Semuanya mistik, fantastik, klasik
Sampai aku menemukan satu titik fokus, semacam poros
Dimana ia berputar selama itu ia melingkar di titik itu
Semua jadi nampak ajaib

                Hampir saja aku amnesia, siapa aku. Kenapa aku meninggalkan hari lebih cepat dari hari-hari sebelumnya? Aku makin resah saja dengan sesuatu yang tidak aku mengerti. Serasa mengeja prasasti dan mengartikannya kata demi kata sedang satu kalimat bisa terbaca jelas satu jam kemudian. Ibarat berjalan, rasanya tertatih. Dan sampai saat ini aku masih berjalan dengan bantuan seonggok tongkat.
Pernah mencoba menjauh dari titik fokus itu
Tapi entah kenapa ya,
Semakin jauh, titik fokus itu mengalami perbesaran
Dan sampai akhirnya ia semakin dekat

                Mungkin aku sedang berpura-pura bodoh atau aku sedang berpura-pura lupa atau bahkan sedang berpura-pura tidak tau. Tapi sesungguhnya aku tidak sadar atau sedang berpura-pura tidak sadar. Aku tidak tau. Semua yang terjadi serasa asing, keadaan ini juga asing dan kegilaan ini apalagi. Semuanya serba tidak jelas, mana huruf dan mana angka. Malapetaka !
Sampai kapan berputar-putar seperti ini?
Serius, aku muak dengan titik kecil yang diibaratkan titik fokus !
Berhentilah membuatnya berputar,
Berhentilah membuatnya berkeliling
Berhentilah menjadikannya pusing

                Kadang aku tersenyum sendiri, apa-apa jadi menyenangkan. Sudah cukup rasanya kegilaan ini. Aku ingin muntah tapi tertahan karena sebuah lelucon yang menjadikan bumi dan matahari tersenyum di waktu yang sama.
Tidak perlu tertawa terbahak-bahak,
Telingaku masih mampu mendengar senyummu
Meskipun selat memecah

                Silahkan pergi tapi jangan lupa kembali. Silahkan datang kapan saja dan ukirlah senyum ini lagi. Kenyataankah yang sedang ku alami ini? Kenapa kenyataan seperti ini yang aku hadapi? Kenapa cahaya itu terkadang cepat sekali memudar, namun cepat sekali terang-benderang? Jelmaan apa yang sedang dibuatnya? Aku sudah terlanjur tidak mengerti, jadi teruskan saja permainan mu. Biarkan aku tetap bodoh, sampai bodoh ini menjadi manja. Biar semua sama-sama lelah, biar semua saling mengalah.
-o-
                Apa ini yang tiba-tiba membuat ku murung? Entah kenapa merasa tak enak saja hati ini. Tak lama kemudian aku sadar, kemarin aku sedang jatuh cinta. Rasanya seperti melayang-layang tanpa batas. Rasanya semua tempat sama saja, sama indahnya. Tapi aku sadar ketika aku jatuh, aku hanya sedang jatuh cinta dalam mimpi. Aku tidak sedang nyata.
“Aku sadar akan siapa aku. Walau kita sama, sama-sama biru sedang aku hanya ombak. Aku hanya akan nampak indah di antara hamparan pasir. Sedang kamu, kamu adalah langit yang membentang mengisi angkasa dan selalu indah dikala pagi – siang - petang”, ku hela nafas dalam-dalam.
“Aku tidak tau caranya pergi, maka buatlah jarak antara aku dan kamu. Aku tidak tau caranya menghindar, aku tidak tau caranya lepas, dan aku tidak tau caranya melupakan. Kamu benar, aku memang bodoh. Bodoh
                Kebodohan ini terus mengikuti kemanapun aku berjalan. Kebodohan ini terus menjajah tanpa peduli. Siapapun, ku mohon lepaskan rantai kebodohan ini, aku ingin bebas. Aku ingin hidup seperti sebelum aku mengenal penjara. Penjara yang banyak mengingatkan tentang kamu. Mau makan harus mengingatmu, minum juga masih mengingatmu, diam apalagi hanya kamu yang ku ingat, sampai tidur ku pun ada kamu terjebak di dalam lapisan mimpi. Sungguh aku menderita melihat keadaan ku sendiri. Walaupun keadaan ini tidak pernah memaksa ku untuk mengingatmu. Tapi kenyataan yang menganjurkan demikian. Aku tersiksa, aku putus asa, aku sia-sia.
Aku tidak menyangka
Kamu pun ia,
Aku – kamu 30 senti
Aku bukan besi
Kamu bukan magnet
Tapi kenapa ada dua kutub yang berlawanan?
Bukan aku yang mau,
Bukan kamu yang berkehendak,
Tapi kita sama-sama tidak menolak,
Sampai salah satu menjadi sengsara
Salah satu menerka-nerka
Dan aku jatuh cinta,
Sungguh malapetaka !

                Aku menyanyi, tapi aku tidak tau apa yang sedang ku nyanyikan. Ku petik gitar, tapi aku lupa kunci nada. Aku ingin bicara, tapi aku hanya mampu diam. Aku ingin pergi, tapi aku tetap saja disitu. Seperti inilah menjadi sesuatu yang benar-benar tidak berdaya. Hanya mampu dimengerti diri sendiri. Beginikah seterusnya? Jika ini berbatas waktu, sampai kapan aku begini? Kamu bukan ekstasi yang membuat ku candu, bukan? Kamu bukan anggur yang membuat ku mabuk, bukan? Sampai kapan aku sakit? Aku ingin sembuh. Aku tidak mau terus-menerus lumpuh.
-o-
                Sudah terlalu lama aku hidup dalam belenggu ketidakwarasan, di borgol oleh kegilaan, di sekap dalam kobodohan. Sejauh ini, aku berjalan dan mendekati dengan tujuan tapi sayang sekali aku harus balik arah. Aku menyerah. Aku sudah pasrah. Aku tidak mau melangkah ke arah yang bukan jalan ku. Aku pulang. Aku datang. Selamat siang. Petang, sambutlah aku. Bintang, bermainlah dengan ku.
“kalau nanti aku jadi pacarmu, aku akan jadi pacar yang baik. Yang selalu mengingatkan mu untuk tidak lupa makan, istirahat yang cukup, jaga kesehatan, mengingatkan tugas-tugas kuliahmu, jadi supporter setiamu ketika kamu latihan basket. Aku akan bawel ketika kamu sakit, akan marah ketika kamu tidak mengikuti nasehat-nasehatku, akan benci kalau kamu lupa makan dan begadang”

“I LOVE YOU” (dalam hati)

Hai langit,
Teruslah menjadi biru diantara awan, bintang, dan pelangi
Hai langit,
Tidakkah kamu pernah sadar, awan kemarin sebelum jatuh?
Ia adalah aku...
Aku ombak yang menguap keatas sebelum menjadi hujan
Hai langit,
Aku telah kembali ke laut
Karena hanya disini aku dapat menyaksikan mu dari bawah
Hanya disini aku bisa selalu melihat birumu
Biru yang indah,
Biru yang tak terhapus senja
Biru...
-o-