Kamis, 25 April 2013

Katanya

tidak ada manusia yang mau dibilang anjing...
apalagi disebut-sebut sebagai manusia berkelakuan anjing,
bukankah nilainya lebih rendah daripada seekor anjing?
tidak...
siapapun tidak akan mau diumpamakan binatang...
apalagi anjing...

aku bercerita tentang kesaksian,
di atas selembar kain putih aku berani mengibarkan kesaksian itu,
tidak perlu dibaca kalau memanglah tidak perlu
sekali lagi, tidak perlu dibaca kalau memanglah tidak perlu...

jika mata mu sudah terlanjur memerkosa kalimat-kalimat ini,
apa daya?
bukalah mata tidak sekedar mata...
hai manusia yang memang manusia, ini loh hidup...
ndak semua mereka-mereka berotak cerdas tau, apa itu hidup...
jangan salahkan...
jangan salahkan mereka, siapapun, apalagi Tuhan nya...
ia diciptakan mungkin lebih baik seperti itu...
di cemooh atau di sanjung...
pilihan itu, mereka yang rebut...
sejatinya kita-lah monyet-monyet yang bisanya angkat bicara...
"Itu keji, hei itu keji... Biadab"

kita-lah monyet-monyet !!!
kita-lah monyet-monyet sehabis makan lalu bersendawa
kita-lah monyet-monyet selesai makan lalu kembali mendengkur
kita-lah monyet-monyet bodoh...
itulah...
kenapa?

semua-semua berawal dari "katanya"

katanya...
aku anak wak haji kampung
katanya...
aku ini anak emak bapak ku
katanya...
aku cantik bila bersolek,
katanya...
mereka kikir terhadap ku,
oh... aku...

katanya...
jancuk !!! "astaghfirullah"
katanya...
asu ! "heee, mulut mu"
katanya...
sangek "aku" (dalam hatinya)

semua-semua itu saat sebelum langit buka bibir
sebelum semua awan-awan berubah debu
ketika pelangi hampir merdeka...

saya yang tau...
saya yang tau...
saya yang tau...

"saya yang tau kamu bersolek dan cantik, nak. saya yang tau untuk apa kamu cantik di buta-buta senja begini, saya yang tau... saya yang tau... saya yang tau. saya tau kenapa air jernih bisa keruh, saya tau kenapa siang bisu dan malam menjadi cerewet, bawel... saya tau nak, saya tau. sudah, diam saja. saya banyak tau hal. saya nak, tidak akan mencaci apalagi memaki. toh sudah layak kamu memilih hidup mu. lebih tepat nya jalan hidup mu. nak, tidak demikian seperti apa yang mereka omongkan tentang monyet. monyet itu ya mereka yang tidak tau memakai otaknya, walaupun mereka manusia (katanya). dengarlah, memuaskan dirimu sendiri dan monyet-monyet berandal itu adalah surga mu sendiri, kamu nak  yang berhak mendapat surga itu. kamu nak, kamu. itu, si Beringin yang otot-ototnya kekar, itukan pria mu nak? itu, dia sudah punya  monyet besar dan monyet-monyet kecil. tapi saya tau kenapa kamu memilih Beringin itu? ya saya tau, karena dia yang bisa membuka pintu surga mu, dia pemegang kuncinya. sementara Kactus yang itu, dia masih sepantaran monyet-monyet yang masih tumbuh. lihatlah, dia masih terlihat bodoh nak. dan itu... ya itu... semua, dimana-mana tetap si Beringin lah yang menang. tapi sampai kapan nak, sampai kapan terus begini? sampai kapan? sampai kapan? saya sudah bosan mendengar kamu di libatkan dalam perbincangan kaum-kaum mereka, kaum suci katanya. ah, sudahlah. toh kamu nanti juga tau nduk, cuma bukan sekarang waktunya. waktu mu masih panjang selama masih ada waktu. pergilah, waktu mu untuk merdeka. jangan lupa kondom nya"


*diary Melati ,   April '13
















Selasa, 23 April 2013

BINGKISAN RINDU DI LANGIT

selamat pagi saturnus...
selamat pagi King Coffee...
sejak tadi malam aku rindu nus...
dan rindu ku belum terjawab.

pagi ini aku terjaga dengan berselimut embun rindu...
aku titip rindu ini di langit pagi,
semoga ketika ia terjaga nanti,
ia mengingat ku...
dan ketika ia melangkahkan kakinya keluar,
ia tatap langit dan disitu ada rindu ku...
berikan rindu ini untuknya...

aku sudah bingkis dengan rapi...
rindu ini juga sudah wangi seperti aroma melati,
rindu ini tidak banyak...
tapi harus sampai pada pemiliknya...

=)

Minggu, 21 April 2013

wong EDAN dari Kerajaan Lapindo

seumur hidup, aku baru tau ada makhluk seaneh dan seunik ini...
entah dia datang dari planet apa...
menurut pengakuan sih dia berasal dari bumi dan tinggal di kerajaan lapindo...
tahukah, dimana kerajaan lapindo?
kerajaan lapindo ini terletak di kota yang terkenal dengan ceker lapindo...
singkatnya Sidoarjo...

nama makhluk ini adalah Lutvi Handayani,tapi ngga tau gimana latar belakangnya...
semua teman-temannya di kampus panggil dia "Anggun"...
padahal rasanya dengar dia dipanggil "Anggun", telinga ku geli...
gimana ngga geli, "wong Edan" seperti dia bisa dapat panggilan "Anggun"?
menurut ku itu penghinaan terbesar ^^


dan ini paling tragis,
wong Edan ini tinggal disebelah kamar ku,
dia penjaga kamar nomer 15...
ngga tau kenapa ya, makhluk ini pecinta dangdut banget...
sampe ambisi jadi penyanyi dangdut tapi sayang,
gugur di audisi ^^
kalau udah ngerjain tugas yang segudang,
terus telinganya di sumpel earphone,
jangan kaget...
bukan teriakan maling, atau kebakaran...
tapi emang suara itu berasal dari kamar 15,
konser tunggal booo'...
dan saya lah korban pertama keberisikannya =)

makhluk ini terlihat murah senyum (jangan salah, hanya ada di foto aja)
kalau ketemu dia secara "live", jangan takut...
wajahnya emang serem, tanpa senyum...
siapa yang ngga takut lihat wajah sesangar preman?
tapi jangan salah, hatinya selembut sutra (auooo)

pokoknya mengenal dia benar-benar menjadi diri sendiri,ngga perlu jadi orang lain...

dia mengajarkan ku banyak tentang hidup dari sudut pandangnya...
dia mengenalkan ku banyak cara mencintai seorang ayah,

pelajaran berharga darinya adalah...
ngga perlu hidup dalam kepura-puraan...hal paling dahsyat adalah ketika dia mengajarkan ku cara melepas emosi...
apa itu?
ucapkan kata "jancok" dan kamu akan lebih merasa lega...
yes, itulah dia...


berteman dengan dia, 
aku serasa punya nyawa 9...
hilang 1 masih ada sisa 8 nyawa...
kenal dia itu, rasanya ngga pernah rugi...
dia mengajarkan arti "PD" (Percaya Diri)...
percaya aja sama diri sendiri, bahwa kita yang terbaik...
nah disitu, disitu letak ke-9 nyawa saya ketika mendengar kalimat-kalimat hebat dari seorang Upik...bersama Upik, aku menjadi orang yang selalu berpikir positif tentang hidup...
penuh semangat, ceria, serasa ngga punya beban apapun...
pokoknya "life is easy going"






"wong Edan dari Kerajaan Lapindo"
(senyumnya aduhai, memikat ya ^^)


KEMBALINYA SI ZOMBIE

halo zombie...
kenapa kamu datang lagi di hidup aku?
sekedar tanya kabar, itu basa-basi yang sudah biasa...
jadi jangan berpikir aku ini bodoh !!!

zombie,

kamu bisa sedikit biarkan aku untuk hidup lebih tenang ngga?
kedatangan kamu itu mengganggu...
apa lagi yang mau kamu makan?
hati aku sudah tinggal separuh...
dimakan kamu...
separuh otak aku migrain gara-gara kamu, zombie...

ada apa sebenarnya zombie?

kenapa tiba-tiba kamu datang dan berpura-pura baik?

aku tidak pernah berburuk sangka,
tapi rasanya ada yang aneh dan mengganjal...
asing sekali tiba-tiba kamu datang dengan cara usil,

stop zombie...

stop !!!
hati aku sudah berbentuk lagi,
otak aku sudah kembali sedikit normal,
sudah zombie, cukup...
jangan melangkah lebih dekat di depan ku...
aku punya senapan...

zombie yang baik,

ini aku kirimkan mantra supaya kamu tidak datang lagi...
mantra ini pemberian "eyang sabar"

susah payah merangkainya,
tapi berhasil juga mengusir mu jauh-jauh...
jangan datang lagi ya zombie...

zombie, perlu kamu tau...

aku lebih bahagia tanpa kamu...

byeee zombie,




ttd

Queen Cappucino

King Coffee

Saturnus,
aku datang untuk berbagi kisah...
aku bertemu dengan sosok yang sangat misterius,
aku menyebutnya "King Coffee"

King Coffee adalah...
sebutan paling pantas mungkin,
dia sosok pecinta kopi...
tiap malam dia punya kewajiban,
kewajiban untuk lapor dimana posisinya...
dan tahukah, laporan yang sama hampir tiap malam aku dengar
"ngopi"

baginya, kopi adalah teman terbaik nus...
aku jatuh cinta dengan caranya hidup...
dia seperti sedang mendongengkan tentang hidup yang sebenarnya...
dari situ aku membaca satu kehidupan yang sembunyi dari pandangan ku,


dia hebat,
dia sendirian melewati dunia yang terus berputar,
dan disitu aku mulai jatuh,
sebagai "Queen Cappucino" aku rela menjatuhkan mahkota ku...
aku ingin membagi mahkota ku dengannya nus...

dia menyempurnakan semuanya,
dia menghidupkan kembali imajinasi ku yang mati nus...
dia hebat...

aku ingin membagi dunia ku dengan dunia nya...
bersama dia aku merasa ada...

                  

"King Coffee"

SATURNUS CASTLE

aku hidup kembali
dengan cara baru
dan di tempat berbeda
aku merasa menemukan tempat layak,
tempat yang tidak banyak mengingatkan aku dengan masa itu,
masa lalu yang sempat indah,

welcome to my jungle...
my "Saturnus Castle"
disini aku lebih merasa bebas...
bebas untuk melepas apapun...
aku banyak berkarya disini,
tempat yang merubah keadaan ku

tempat ini menghapuskan air mata ku
tempat ini menyembuhkan luka ku
tempat istimewa...
really...

terima kasih saturnus...
ruang ini adalah ruang terbaik,
aku merasa terlindung disini dengan cincin mu...
aku merasa lebih banyak menghirup udara bebas disini
aku merasakan satu kedamaian...
aku merasa lebih dekat dengan langit malam

disinilah,
ya disinilah "aku"
sementara masih aku saja...
aku saja yang duduk di singgasana itu...
sendiri...

=))

Minggu, 14 April 2013

THE WAY I LOVE YOU


Langit mencengkram bumi dengan tangan-tangan indahnya, memecah kegelapan dengan sinar cahaya. Rona wajah langitpun mulai nampak seiring matahari yang berjalan perlahan. Ku dengar kicauan burung yang menghiasi pagi ini, suaranya merdu. Aku beranjak dari tempat tidur dan praaanggg, rupanya aku menjatuhkan sesuatu. Aku menghela nafas sebelum mengambil sesuatu yang jatuh itu. Hemh, sebuah figura...
Fotoku bersama seseorang...
Aku jadi teringat sesuatu, teringat suatu kejadian yang membuat aku berfikir tentang arti cinta. Seseorang yang ada di foto itulah yang membuatku demikian.
Dia sosok yang hebat menurutku. Dialah pejuang ku, lebih tepatnya pejuang hatiku, hehehe. Dia laki-laki yang aku tau amat mencintai ibunya. Dialah yang selalu memperlakukan ku istimewa, istimewa karena dia memandangku sebagai wanita berharga. Dia adalah pahlawan ku ketika aku terjatuh dalam jurang yang dalam dan dia mampu menjadi lakon yang sangat lucu ketika aku pasang tampang sedih, ngga kalah lucunya sama pemeran opera van java. Dia lelaki super istimewa deh. Ngga ada yang bisa menandingi keistimewaannya, hehehe. Biar ngga bikin penasaran, aku kenalkan saja sosok yang sangat mempesona ini, namanya Rendi. Dia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Apapun tentang dia nilainya A dimataku.
Rendi itu kekasihku. Betapa dia sangat istimewa dimataku, bagaimana tidak? Dia selalu memanjakan ku, jadi ngga heran kalo aku manja banget sama dia. Kalo pas aku lagi bawa bekal ke sekolah, pasti dia suapin pas jam istirahat dan aku pasti sibuk mengunyah makanan ku sambil mengerjakan tugas yang belum selesai. Persis anak kecil yang sedang disuapin ibunya kalo lagi susah di ajak makan. Cuma bedanya aku ngga merengek kayak anak kecil. Ya jelas, masa SMA masih merengek? Yang benar saja. Rendi itu bak pangeran seperti di negeri dongeng yang selalu menjadikan aku ratu. Hemh, begini nih berangkat sekolah aku di jemput sampai pulang pun aku diantar. Pergi les dan latihan basket pun aku diantar, ya pulangnya pasti dijemput dia lagi. Yah, 11-12 lah sama ratu Elizabeth yang selalu dikawal kemanapun dia pergi. Bedanya ratu Elizabeth menaiki studebaker1nya kemanapun dia pergi, kalo aku cukup kereta2 saja. Setiap hari ulang tahun ku tiba, sebuah kado dengan bungkus paling besar pasti darinya. Biasanya isi di dalamnya boneka dengan ukuran besar. Jadi ngga heran kalo dikamarku banyak terpajang boneka, selain dari dia juga dari teman-teman sekolah yang turut menghadiahkan ulang tahun ku dengan kado. Kebetulan juga aku sangat senang dengan boneka, alhasil aku bisa mengoleksi benda kesayangan ku itu tanpa membeli, lucu-lucu lagi bonekanya. Sama halnya dengan valentine’s day. Rendi biasanya menghadiahkan boneka ditambah ciri khas val’s day, cokelat. Rasanya hidupku ini penuh dengan kejutan yang luar biasa. Berbicara masalah kasih sayang, Rendi adalah laki-laki yang sangat menyayangi ku. Dia mencintaiku apa adanya. Perhatiannya dia limpahkan semua hanya untukku. Cintanya dia berikan seluruhnya hanya untukku. Kasih sayangnya dia curahkan semua untukku. Kesetiaannya, tak ada siapapun yang bisa menandingi tanda kesetiaannya itu. Bagaimana dengan ku?
Flashback 20 Maret 2009,
Sore itu aku sedang les bahasa inggris. Kebetulan aku berangkat tidak diantar pangeran Rendi. entah kenapa sepanjang perjalanan menuju tempat les, aku merasa perasaanku ngga enak. Seperti sedang gelisah.
“Ah, mungkin perasaan Dinda aja” gumamku.
Aku berusaha mengenyahkan perasaan yang mengganjal itu. Namun tetap saja perasaan ngga enak ini hinggap dan ngga mau pergi.
Sesampainya ditempat les...
Hampir 1 jam sudah terlewati aku mendengarkan celotehan ibu Mina dengan logat keminggrisnya itu. Kemudian handphone ku bergetar. Rupanya sms dari Rendi. Beginilah percakapanku dengan Rendi lewat ‘Short Message Service’.


1 : Studebaker (pengucapan Inggris: / stju ː dəbeɪkər / rebus-də-bay-kər ) Corporation adalah Amerika Serikat wagon dan mobil produsen yang berbasis di South Bend, Indiana . Didirikan pada tahun 1852 dan didirikan pada tahun 1868 di bawah nama Perusahaan Manufaktur Saudara Studebaker, perusahaan awalnya produsen wagon bagi petani, penambang, dan militer (sumber : google.co.id)
2 : Kereta (istilah melayu) artinya sepeda motor (dalam bahasa indonesia baku)

[Rendi] : Syg, sore ini ada les kan?
[Dinda] : Ya syg...
[Rendi] : Udah nyampek sekolah blum?
[Dinda] : Aku lagi les syg
[Rendi] : O... Ya sudah les dulu syg...
Beberapa menit kemudian
[Rendi] : Syg, aku kecelakaan !
Waktu les usai, segera aku menuju parkiran dan langsung menuju rumah sakit kota yang ditunjukkan Rendi, tempat dimana dia dirawat. Sepanjang perjalanan cuma dia yang aku pikirkan. Aku takut keadaannya lebih parah dari apa yang aku bayangkan. Aku tidak bisa berfikir tentang apapun saat itu. Hanya Rendi, Rendi, Rendi dan Rendi.
“Tuhan, aku amat mencintainya... Tolong dia Tuhan. Aku sangat menyayanginya. Semoga dia baik-baik saja” gumam ku dalam hati.
Semakin dekat jarak ku dengan rumah sakit. Jantungku mulai berdetak ngga karuan, aku takut. Tangan dan kaki ku mulai sedikit bergetar. Aku takut melihat keadaan yang tidak akan baik terjadi pada Rendi. Keringat mulai membasahi kedua tangan ku. Jantungku berdetak semakin cepat. Entah pikiran ku mulai kacau. Semua ini terasa membebaniku. Berat...
Dan akhirnya akupun sampai depan pintu pagar rumah sakit. Dengan cepat aku membawa motor ku menuju parkiran. Dari jauh aku lihat sosok yang masih sangat tampan berjalan ke arah ku. Wajahnya masih penuh senyum. Dia yang ku khawatirkan terlihat kuat disaat kondisinya lemah. Aku tau dia berbuat begitu agar aku tidak mengkhawatirkannya lagi. Tapi memang melihat senyumnya aku sedikit merasa tenang, walau detak jantungku belum mau berhenti. Dia menutup hidungnya dengan tissue.
“Sayang, kamu ngga apa-apa?” tanya ku mencoba mengusir perasaan takut ku sendiri.
“Ngga apa-apa sayang, cuma...”
“Cuma kenapa sayang?” aku jadi penasaran.
“Dinda sayang, hidungku patah. Bentar lagi mau di rontgen. Dinda tenang ya sayang”
Mendengar Rendi berkata demikian, tubuhku lemas. Rasanya kaki ini ngga mau melangkah lagi. Kalaupun ngga dilarang satpam, aku ingin duduk di tengah-tengah jalan ini, tempat lalu lalang ambulance. Biar saja, aku dianggap orang tak waras. Aku sudah letih berjalan. Rendi yang berjalan mendahului ku, kemudian berbalik menuju arah ku yang berjalan sambil menundukkan kepala.
“Dinda kenapa sayang?” Rendi mengangkat dagu ku.
“Ngga papa sayang” aku mencoba tersenyum walau sebenarnya menahan sakit.
“Emmm, Rendi apa harus dioperasi?” lanjutku kemudian.
Rendi tersenyum manis sekali.
“Ngga sayang. Mungkin ngga sampai operasi. Sayang tenang aja ya. Rendi baik-baik aja kog sayang”, Rendi kemudian menarik tissue yang menutup hidungnya. Dari situlah kemudian aku melihat tissue itu berlumur darah. Hidung Rendi basah karena darah ngga mau berhenti dari hidungnya. Aku semakin lemas. Perlu kalian tau kawan, aku mengidap phobia terhadap darah dan penyakit ini disebut hemophobia. Rasanya badan ku lemas ketika melihat darah yang mengalir dari hidung Rendi. Berat rasanya kaki untuk melangkah. Tangan dan kaki bergetar walau tidak begitu terlihat. Rasanya kaki ku ngilu. Begitulah hemophobia yang aku rasakan. Tapi aku tidak memperlihatkan kesakitan ku di depan Rendi. Karena aku tau Rendi lebih membutuhkan perhatian ku.
“Sayang, Rendi masuk ke ruang rontgen dulu ya. Sayang tenang ya” Rendi mengusap kepala ku.
Dalam keadaan seperti ini, dia masih saja Rendi yang penuh perhatian. Seharusnya aku yang katakan itu pada Rendi, tapi sebaliknya malah Rendi yang menguatkan aku.
Setelah menunggu beberapa menit, Rendi keluar dari ruang rontgen diikuti kakak perempuannya, kak Windi.
“Sayang, Rendi harus disini untuk beberapa jam. Rendi masuk ICU dulu sayang, Rendi mau berbaring biar darahnya ngga keluar terus” ucapnya lembut.
“Ya sayang, Dinda ikut ya temani sayang”
Rendi hanya mengangguk diikuti senyumnya yang masih manis.
Diruang itu hanya ada aku, kak Windi dan suami kak Windi. Mereka duduk dan saling bercerita. Sedangkan aku tak bisa di dekat Rendi terlalu lama, karena melihat darahnya terus mengalir membuat kakiku semakin ngilu. Aku berjalan disekitar Rendi berbaring. Ada etalase besar yang isinya obat-obatan dan sebagian peralatan sakit. Aku mencoba mengalihkan perhatian Rendi yang sedang menahan sakit. Aku baca obat-obatan yang ada disitu. Aku letakkan kembali pada tempatnya seperti semula. Mungkin Rendi sedang memperhatikan tingkahku. Mungkin memang terlihat aneh. Tapi ngga ada cara lain untuk menghentikan hemophobia ku ini. Mungkin aku memang ngga tau diri, disaat Rendi membutuhkan perhatian ku, aku malah sibuk sendiri. Entahlah, apa yang bisa ku lakukan untuk Rendi sekarang. Yang pasti dibenakku saat itu, aku berharap Rendi bisa sembuh.
“Ini harus di operasi, karena tulang bagian kanan menggeser” kata dokter kemudian.
Aku berharap salah dengar. Semoga telinga ku sedang tidak baik-baik saja.
“Sayang” ucap Rendi lirih.
Aku mendekatinya. Wajahnya masih penuh senyum. Dalam keadaan seperti ini dia tetap memperlihatkan keadaan baik padahal aku tau saat ini dia sedang berjuang menahan sakitnya.
“Rendi apa harus dioperasi? Kenapa hidung Rendi? Lukanya parah?”
“Ngga sayang. Rendi ngga dioperasi kog. Sayang tenang ya”
“Dinda dengar dokter tadi bilang sayang harus operasi”
“Ngga sayang, Rendi baik-baik saja. Rendi ngga akan dioperasi. Sayang percaya Rendi”
“Ya sayang. Dinda balik dulu ya, udah mau menjelang malam. Dinda takut mama khawatir dirumah”
“Sayang hati-hati ya”
Aku mengangguk.
Sudah seminggu Rendi tidak terlihat di sekolah. Rasanya sepi menerkam seorang bernama Dinda. Melihat sekelilingku teman-teman lepas dengan tawanya sepanjang pelajaran. Aku cuma duduk dan berharap setelah hari ini berganti, esok ku lihat Rendi lagi disekolah. Aku rindu senyumnya, aku rindu candanya, aku rindu suapan lembutnya, aku rindu semuanya tentang dia. Tapi aku tak bisa berbuat sesuatu, hanya berharap berharap berharap dan terus berharap dengan harapan besar.
Kabar terakhir, Rendi tidak dioperasi. Dia hanya pergi ke tempat tukang urut, supaya hidungnya yang bengkok bisa kembali seperti semula walaupun tidak senormal dulu.
Handphone ku berdering...
[Coky] : denger2 pacar kamu kecelakaan?
[Dinda] : iya. Aku mohon do’anya ya...
[Coky] : Denger2 lagi, hidungnya patah ya? Operasi ya?
[Dinda] : ngga dioperasi Coky, cuma diurut aja. Dia ngga mau wajahnya nanti cacat setelah operasi. Makanya dia menghindari operasi.
[Coky] : jangan2 ga operasi gara2 ga da duitnya tuh...
Coky ini teman dekat ku. Gosipnya sih dia ada feeling sama aku. Tapi aku cuek aja sama dia. Mungkin sms terakhirnya hanya candaan saja. Tapi sejujurnya aku ngga terima dia bilang seperti itu. Aku ngga rela kekasihku dihina seperti itu. Tapi, aku anggap saja omongannya seperti angin yang berlalu begitu saja. Aku cuma ngga mau terlalu memikirkan orang lain selain Rendi.
Hari ini Rendi menampakkan batang hidungnya disekolah. Semangatku yang sempat luntur selama seminggu, kini mulai berkobar lagi. Rendi terlihat agak membaik walaupun hidung bagian kirinya masih menyisakan bengkak kecil. Melihatnya aku jadi tak tahan menahan airmata yang ingin jatuh. Sejauh ini Rendi pasti berjuang menahan sakitnya. Tanpa aku disampingnya, dia masih terlihat kuat.
Maafkan aku Ren, kalau sekolah menyita waktu ku yang seharusnya untuk kamu. Maafkan aku Ren, yang tega membiarkan kamu melawan sakit itu sendiri. Maafkan aku Ren... Aku sayang kamu. Karena aku percaya kamu lebih kuat dari ku. Karena aku percaya kamu mampu bertahan untukku.
“Sayang kenapa? Kog diam?”
“Ngga papa Ren. Mau pulang sekarang? Aku yang nyetir ya?”
“Emm, Rendi aja yang nyetir. Rendi ga papa sayang”
“Ngga. Rendi masih sakit. Dinda aja yang nyetir demi baginda raja sekali ini saja ya” ucapku memaksa.
“Ya deh. Dinda, Rendi pinjam handphone Dinda ya. Rendi ngga bawa handphone hari ini. Rendi mau bilang sama bunda, kalau Rendi pulang sama Dinda, jadi biar bunda ngga jemput ke sekolah”
“Iya sayang. Ini handphone-nya pake aja”
Mungkin sepanjang perjalanan Rendi membuka message dan membaca inbox di hp ku. Setelah aku mengantarnya pulang, aku mendapati sms dari Rendi.
[Rendi] : Coky itu siapa?
[Dinda] : Temen ku. Napa sayang?
[Rendi] : Bisa ngga dia sopan dikit kalau sms...
[Dinda] : Aku ngga ngerti. Sayang ngomong apa?
[Rendi] : Besok aku jelasin...

Perasaan ku ngga enak. Sms dari Coky masih belum sempat ku hapus. Aku semakin yakin kalau Rendi besok akan membahas hal ini.
Siang itu sepulang sekolah...
“Coky itu siapa Dind?”
“Temen deket Rend. Dia sekolah di SMA Pelita II. Aku kenal dia pas aku latihan basket di alun-alun kota. Kenapa?”
“Bisa ngga dia lebih sopan dikit sms kamu. Bisa ngga dia ngga ikut campur urusan ku, aku berobat ke dokter kek, ke dukun, ke paranormal, kemanapun, bisa ngga dia ngga ikut campur? Jujur aku tersinggung Dind. Dind, aku memang bukan orang kaya. Tapi aku masih mampu sembuh dengan cara ku Dind. Kamu ngga perlu menyimpan sesuatu Dind. Aku tau dia menyukai mu Dind. Aku tau kabar itu dari salah satu teman sekelasmu. Aku banyak tau tentang Coky, Dind. Aku tau dia anak orang kaya. Semua yang dia mau, dia pasti bisa beli. Beda dengan seorang Rendi. Tapi aku masih punya harga diri Dind !”
“Aku juga mendapat cerita tentang Coky. Nampaknya dia istimewa ya Dind buat kamu. Sebetulnya semua ini ingin aku ungkap dari dulu. Hanya tertahan Dind, aku ngga sanggup kalau harus melihat kamu disalahkan. Aku ngga sanggup Dind. Tapi ini keterlaluan. Apa istimewa nya Coky daripada aku? Aku yang selalu ada buat kamu Dind. Bukan Coky. Bukan Coky. Apa istimewanya dia? Kenapa 3 bulan lalu ketika Coky mendapati kecelakaan kamu begitu perhatiaannya? Kenapa bukan aku Dind yang mendapat perlakuan itu dari kamu? Kenapa harus Coky? Kenapa saat aku yang terbaring dirumah sakit kamu malah seolah tidak peduli dengan ku? Kenapa? Kenapa kamu membiarkan keadaan ku dengan mengalihkannya ke etalase yang penuh obat-obatan dan alat-alat sakit? Kenapa Dind? Kenapa? Kenapa kamu ngga bisa seperti Marsya? (Marsya pacar Davin. Davin sahabat Rendi-red). Tapi dia peduli Dind dengan keadaanku. Saat aku terbaring sakit, dia menangis untukku Dind. Kenapa bukan kamu Dind yang menangis untukku? Kenapa harus orang lain yang menangisi aku? Kenapa???”
Aku hanya terdiam mendengar kata-katanya yang seolah menikam tiba-tiba dan aku harus mati saat itu juga. Untuk bicara saja, lidahku kelu. Seandainya kamu paham tentang semuanya Rend, kamu takkan menghakimi aku seperti ini. Seandainya cinta itu bisa berbicara, aku ingin dia berbicara kepadamu, supaya kamu tau arti cinta ku untuk kamu.
“Kenapa aku harus kamu sama kan dengan Marsya, Rend? Kenapa? Jujur saja aku tidak pernah membandingkan kamu dengan orang lain. Kamu istimewa buat aku. dan karena kamu beda dari yang lain. Aku harus pulang !” aku pergi meninggalkan Rendi yang masih diam dikelas. Keadaan sekolah hampir sepi tinggal beberapa orang saja masih berkativitas. Matahari terik sekali siang ini. Airmata yang sejak tadi tertahan, kini tumpah ketika aku masuk kamar tidurku. Hal yang tidak terduga Rendi bisa berkata demikian. Kenapa dia bisa berpikiran seperti itu? Kenapa dia tidak menghargai ketulusan ku untuknya?
Kemudian aku tuliskan sekilas perjuangan cinta ku untuknya dalam ‘Diary Lusuh Adinda’. Beginilah sedikit isi dari tulisan itu...

Ku persembahkan dengan air mata menjadikannya kisah dalam bentuk cerita...
Hanya kekuatan yang ku punya yang dapat membuatku bertahan menghadapi kemelut kehidupan...

Maafkan aku yang tak pernah membuat mu bahagia,
Maafkan aku yang tak mampu membuatmu tersenyum,
Maafkan aku tak pernah bisa menjadi seperti orang lain yang mengerti kamu...
Aku jauh dari mereka,
Aku takkan mampu menjadi seperti mereka...
Aku hanya sebatas sampah,
Yang takkan menjadi suatu berarti untuk siapapun...
Menangis dan airmata bukanlah tanda kelemahan bagiku...
Tapi ia adalah cara untuk sedikit membuat ku ‘bertahan’,
Selanjutnya Tuhan yang menguatkanku...
Dengan tongkatNya aku mampu berdiri lagi,
Dengan sayapNya aku dapat melawan keputusasaan,
Dan dengan mahkotaNya, aku merasa berharga...

Seandainya kamu mengerti secuil tentang diriku agar kau tau dan aku bisa seperti mereka adanya. Hanya malam yang mampu tunjukkan aku bisa beri ketulusan dari hati ku hanya untukmu... Pernahkah kau terjaga dengan setitik arti adanya diriku yang terus mencoba bertahan untukmu...
Aku bukanlah dia yang mungkin mampu mengerti keadaan mu. Tapi aku punya cara untuk mencintaimu. Lebih dari hanya memahami dan mengerti keadaan mu. Hanya saja cinta itu tak nampak, maka dari itu dia tidak terlihat dan tak bisa dinilai. Cinta itu tidak berbicara juga tidak menjawab, tapi dia membuktikan. Jangan menghakimi ku dengan tuduhan yang belum banyak kau tau... Aku tidak pernah membandingkan kekasih ku dengan orang lain. Karena tidak ada yang lebih baik untukku selain kamu. Dan harus kamu tau, aku menderita hemophobia ! Bukan alasan untukku sebenarnya menghindari ketakutanku saat dirumah sakit itu... Tapi aku tak bisa menguatkan diriku sendiri, mungkin aku memang terlalu lemah. Aku tidak sehebat kamu yang masih bisa tersenyum saat berbaring lemah. Aku memang tidak pernah ada disampingmu ketika kamu membutuhkan aku, karena aku percaya kamu bisa tanpa aku karena kamu Rendi yang kuat. Aku percaya kamu mampu berjuang sendiri melawan sakitmu, karena kamu lelaki !
Mungkin ini saatnya aku melepas kamu dan bukan berarti cinta ku untukmu terbakar dan hangus seperti debu. Cinta ini tetap utuh untuk kamu. Aku tidak akan meminta kamu untuk melupakan aku. Aku juga tidak meminta kamu untuk mencari pengganti ku yang lebih baik. Aku hanya ingin mencintaimu dengan cara ku sendiri. Aku yakin ini cara terbaikku bersama mu. Biarkan dihatiku tetap tertulis namamu, biarkan hatiku hidup bersama nama mu...
Selamat Malam
21 Juni 2009

Aku terjaga dari lamunan ku. Tak terasa masa lalu ini membuat airmata ku menetes perlahan. Wajahku basah dengan ribuan tetes airmata. Ku kecup foto dalam figura itu dan ku peluk seakan aku bersama nya.
“Selamat tinggal Rendi. Bahagialah bersama kebahagiaanmu”...

DIA ABANG KU (He is My Brother)



DIA ABANG KU (HE’S MY BROTHER)
A Story by : Acclivity Noveltine Libertyca

LAMPUNG,
“Diaz...!” panggil mama dari halaman depan rumah.
Pagi ini matahari bersahabat diantara cakrawala dan angkasa yang ramah. Ku duduk dibawahnya berlindung atap sambil menikmati teh hangat. Nikmatnya pagi ini mulai menggoda. Bibirku beradu dengan gelas dan teh mulai ku seduh perlahan, aroma dan manisnya menusuk sampai ke jiwa. Inilah pagi ku kali ini. Bersantai sejenak ditengah keluarga yang sibuk. Menikmati pemandangan yang luar biasa, indahnya tak dapat terlukis. Bunga melati menebar aroma wangi disekeliling rumah ku, mawar dengan warna yang cantik membuat ku terpesona, euforbia yang anggun, anggrek yang merambat begitu megahnya. Kesemuanya itu hanya bisa ku nikmati disini, taman surga ku. Rumahku adalah surga ku, bukankah begitu?

Diaz, dia abang ku. Abang yang selalu aku banggakan. Dia abang yang cerdas, luar biasa. Abang yang selalu aku puji. Karena memang dimata ku dia adalah abang yang special. Bagaimana tidak? Dialah harta berharga ku sepanjang hidup. Dia satu-satunya saudara kandung yang ku punya. Selebihnya, aku memiliki ibu yang biasa ku panggil dengan Mama dan seorang laki-laki terhebat sepanjang sejarah hidup ku, Papa. Mama adalah perempuan yang paling berjasa dalam hidupku. Apapun dia korban kan demi aku dan tidak hanya aku tetapi juga demi keluarga. Misalnya nih, setiap hari mama harus berkorban mengurangi jatah tidurnya selama 8 jam menjadi 6 jam. Yah, bagaimanapun mama adalah satu-satunya orang pertama dikeluarga kami yang bangunnya paling awal. Applause buat mama deh, hehehe. Setelah bangun pagi, mama harus membuat satu menu sarapan pagi untuk keluarga. Bayangkan, kalau salah satu diantara kami ada yang ngga doyan dengan menu tersebut, mama pasti harus berjuang membuatkan menu yang lain. Selain berjasa dalam membuat menu masakan, mama juga berjasa dalam membersihkan rumah dan se-isinya. Ya mau bagaimana lagi, semua anak mama laki-laki. Jadi bisanya cuma bikin kotor rumah saja, maaf ya ma? Hehehe. Pokoknya apapun tentang mama, beliau adalah inspirasi terbesar dalam hidupku. Nah, lain halnya dengan Papa. Pria tampan satu ini hobby-nya menyebarkan asap dimana dia singgah, kalau nama kerennya sih ‘smooking’. Ngomong-ngomong tentang Papa, dia adalah pahlawan bagi hidup kami. Kami dulu berasal dari keluarga yang... Gimana yah ngomongnya, jadi ngga enak. Katakanlah sedikit sulit. Pekerjaan Papa dulu tidak menjanjikan seperti sekarang. Papa dulu bekerja sebagai pencari batu kali atau mencari rumput laut yang kemudian dijual dengan harga seadanya. Jadi untuk makan saja kami kekurangan. Kemudian saudara Papa yang berbaik hati memberikan beberapa hektar tambaknya untuk dikelola oleh Papa. Akhirnya Papa punya pekerjaan yang hasilnya juga menjajnjikan. Yah, sampai sekarang hidup kami membaik daripada sebelumnya.  Aku dan abang bisa kuliah diperantauan. Memang benar kata pepatah, roda kehidupan itu terus berputar. Dan aku percaya, karena aku mengalaminya.

“Bang, dipanggil Mama. Cepatlah sedikit”, ujarku.
“Iya, bentar”, jawab abang dari arah ruang tamu menuju halaman depan.
“Abang, bantu mama siram bunga-bunga ini”, tambah mama.
“Ya ma”, sahut abang.

Hentakan kakinya mulai terdengar berjalan mendekatiku yang sedang duduk di halaman depan taman. Kemudian abang Diaz menjitak kepalaku begitu saja. Mungkin dia kesal, aku duduk bersantai menikmati teh dan hanya melihat mama yang sedang sibuk menyiram bunga. Anehnya, mama tidak menyuruhku untuk membantu menyiram bunga-bunganya. Entahlah, mungkin abang merasa aku terlalu dimanja dan diperlakukan ngga adil. Karena aku ngga terima dijitak begitu saja tanpa sebab, akhirnya aku mengintai dari belakang saat abang sedang asyik menyiram bunga. Bodohnya aku, ketika jitakan sedang beraksi mengenai kepalanya, abang kaget. Akhirnya selang yang bercucur air itu dia semprotkan ke arahku. Aku tak terima karena bajuku sedikit basah. Ku ambil paksa selang itu dari tangan abang dan hasilnya terjadilah perang siram-menyiram. Basah lah tubuh aku, abang pun juga basah. Aku tertawa, abangpun tertawa menyadari umur kita yang sudah berkepala dua (20 tahunan) tapi masih bertingkah seperti balita.

oooOooo
Surabaya,
Selamat tinggal Lampung, selamat datang Surabaya. Selamat tinggal hari libur, selamat datang kuliah. Selamat bertemu kembali tugas-tugas yang sudah setia menanti kedatangan ku. Jujur saja aku sangat senang hari libur usai. Inilah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Entah kenapa aku lebih senang hidup mandiri, tinggal di kosan dengan kamar berukuran 3x3 m, makan di warung seadanya bersama teman-teman, nongkrong, jogging pagi di sekitar kampus, entahlah mungkin karena aku laki-laki. Yah, aku laki-laki dan rasanya hidup jauh dari orangtua tidak terlalu membebaniku. Rasa rindu terhadap keluarga terutama orangtua pasti ada, tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Yang ada di benakku saat ini aku harus segera lulus dan keluar dari kota yang memuakkan ku dengan tugas-tugas. Lalu melamar pekerjaan. Mimpi yang wajib terwujud secepatnya !
Bima ! Itulah nama paling beken seantero desa ku, hahahaaa. Ngga aneh kalau banyak wanita yang saling berebut mencuri perhatianku. Bagaimana tidak? Wajahku memang ditakdirkan paling ganteng se-keluarga. Ngga percaya? Tanya deh Mama ku atau Papa ku, hehehe. Tapi memang begitulah kenyataannya. Sayangnya, belum terpikir jauh oleh  ku kearah yang biasanya populer dengan sebutan ‘pacaran’ itu. Biarkanlah aku ini dianggap aneh, tapi memang belum waktunya aku memikirkan hal itu. Ehm...
oooOooo

Sore ini langit nampak kelabu. Kelam. Matahari mulai malu, dia sembunyi dibalik awan. Perutku rasanya sedang mengadakan demo secara besar-besaran. Laperrr...
Gerimis mulai turun. Halaman tempat tinggal kosan ku mulai dibasahi oleh rintiknya. Perut ku semakin brutal saja. Rupanya memang harus makan, biar pada bungkam mulut cacing-cacing dalam perut ini. Huhhh... Dalam keadaan seperti ini perut merepotkan saja.
“Bang, pinjam motor lah”, kata ku kemudian mendekati abang Diaz yang sedang mengeringkan motornya.
“Mau kemana?”, tanyanya.
“Cari makan bang, di warung depan”
“Ini motor baru abang cuci Bim. Sayang kalau nanti kotor lagi. Jalan sajalah. Jangan belajar manja”
“Tapi ini gerimis bang”
“Ya apalagi gerimis, kamu tau itu. Nanti motor abang kotor kena cipratan air jorok. Sudahlah, jalan saja”
“Ya sudahlah bang. Abang ngga titip makan?”
“Ngga!”
Tadinya aku fikir abang akan berbaik hati meminjamkan motor karena kondisi diluar kosan ngga memungkinkan. Tapi, ya ngga papalah. Jalan kaki juga sehat.
“Bang”, panggilku sambil mengetok pintu.
Baju yang aku pakai sudah basah kuyup kena rintik hujan sepanjang jalan. Aku menggigil sambil membawa bungkusan makanan ditangan ku.
“Bang, buka pintu bang. Aku kedinginan”, kataku sekali lagi.
“Apa sih Bim? Abang ngantuk. Ganggu orang tidur” kata abang sambil membukakan pintu.
“Ya mana tau bang, habisnya abang udah tau aku lagi cari makan. Pakai kunci pintu segala”
“Emang kamu mau ada maling masuk sementara abang tidur?”
“Ya, ngga juga bang”
“Ya udah”
Mengalah disaat kondisi abang sedang mengantuk begitu, memang saran yang paling dianjurkan. Daripada cari masalah. Ini tempat perantauan, aku cuma ngga mau dianggap anak kecil yang maunya selalu menang. Ah, pikiran macam apa itu. Aku sudah mahasiswa. Aku tau bagaimana menyikapi abang ku ini. Bertahun-tahun aku mengenalnya. Dia memang berwatak keras.
Malam ini aku ada janji sama teman-teman kampus. Biasalah, kerjaan anak laki-laki. Nongkrong alias kongkow-kongkow. Kebetulan besok jadwal kuliah ku kosong. Canda tawa, serius, ah semua itu kami lewati.
“Bim, aku punya teman. Cewek Bim. Cantik. Aku kenalkan kamu ya?” kata Septa kemudian.
“Sudahlah, urus saja dirimu sendiri. Ngga usah terlalu pusing pikirkan urusan aku”
“Iya Bim. Aku pikir-pikr kamu ini masih sendiri saja. Kenapa lah boy? Cewek cantik banyak kejar-kejar kamu. Kamu buang gitu aja. Kamu sudah punya pacar di Lampung sana boy?” sambung Tio.
“Hahaha... Ngaku Bim”, tambah Reno.
“Sudahlah, ngga usah bahas masalah ini. Aku ngga suka” jawabku.
“Kamu itu cakep Bim. Aku sebagai laki-laki memandang kamu laki-laki yang tampan. Tapi kenapa kamu masih jomblo juga? Hah?” imbuh Septa.
“Sudahlah. Cukup... Hal yang perlu dibicarakan masih banyak” jawabku ketus.
Rupanya mereka sadar kalau aku terlihat agak ngga suka dengan apa yang mereka bahas. Mereka mengerti dan mengalihkannya ke topik pembicaraan yang lain. Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB.
“Boy, aku balik dulu. Angin malam ngga baik buat kesehatan. Cabut dulu ya” ucapku singkat.
Sesampainya di tempat kost...
Pintu terkunci !
“Bang...” kataku sambil menggedor pintu.
Tak ada jawaban...
“Bang... Tidur bang?”
Tak ada jawaban...
“Abang...”
“Ya...” suara abang terdengar lemah.
“Tidur bang?”
“Bim. Kamu tau ini jam berapa? Ini udah malam. Heran ya, keluyuran aja hobby-nya. Abang sudah tidur. Kamu ngga tau diri. Pulang seenaknya. Punya otak ngga kamu?” bentak bang Diaz.
Sekali lagi, aku harus diam. Ku lewati saja abang Diaz begitu saja dan segera masuk kamar. Aku ini sudah dewasa bang. Aku bukan anak kecil. Jangan samakan aku layaknya anak kecil yang bisa tersesat saat keluar rumah, ngga tau arah kembali. Aku tau ini jam 11 malam. Tapi aku ngga pernah membentak abang ketika abang pulang jam 2 malam. Karena aku tau, aku percaya abang bisa tanggung jawab terhadap diri abang. Tapi kenapa abang ngga percaya bahwa aku bisa tanggung jawab terhadap diriku sendiri? Abang, kamulah abang saudara ku. Sebagai adikmu, aku menghormati mu dan menyayangi mu.
Hari sudah berganti. Pagi menyambut ku dengan hangat. Aku menggeliat. Segera aku pergi mencuci wajahku yang kusut ke kamar mandi.
“Bang, mau kuliah?” tanya ku yang kebetulan berapapasan dengan bang Diaz.
“Seperti yang kamu lihat”
“Aku pinjam kamarmu bang. Numpang online lewat laptopmu”
“Boleh. Pakai saja kamarku”
“Oke”
Wajahku sudah segar. Waktunya duduk depan laptop dan online seharian. Ada benda asing yang tersentuh rupanya oleh telapak tangan ku.
“Apa ini? Sepertinya ngga asing buat aku”
Aku memutar-mutar benda berwarna putih berbentuk serbuk halus.
“Rasanya aku pernah tau benda ini. Dalam gambar. Apa mungkin ini semacam narkotika?”
“Siapa yang menggunakannya?”
”Abang?”
“Mana mungkin?”
Aku seolah tak percaya ada benda asing disitu. Dikamar abang. Botol-botol minuman berserakan di dekat kasur yang terhimpit, nyaris tak terlihat.
“Ngga mungkin abang melakukan ini...”
“Eh, apa yang kamu lihat Bim?” suara abang mengejutkanku.
“Sudah pulang bang?” tanya ku belepotan.
“Ngga ada dosen. Ganti besok. Apa yang kamu lihat?”
“Ini bang” tanganku menjulurkan benda serbuk putih itu.
“Itu apa bang?” tanya ku kemudian.
“Ini, cuma...” abang terlihat bingung menjawabnya.
“Narkotik?” sambung ku.
“Ngg...Ngg, Ngga. Bukan”
“Lantas?”
“Ng...Ng...Ngga apa-apa”
“Bang, aku sudah kenal abang bertahun-tahun. Aku sudah berusaha sampai detik ini menghargai abang. Menghormati abang. Abang saudara ku satu-satunya yang aku punya. Abang berharga buat aku ! Aku rela bang, aku rela abang menjelek-jelekkan aku di depan Papa. Aku rela bang nama baik aku buruk di hadapan keluarga. Abang bilang aku jarang kuliah, pemalas, menghambur-hamburkan uang, sebagainya. Aku rela abang laporkan itu semua sama Papa. Papa marah habis-habisan, papa hampir saja memutuskan kuliahku. Aku rela bang. Aku rela, kalau semua itu yang abang mau. Aku rela sebagian jatah uang bulanan ku abang potong. Aku rela bang. Apapun demi abang, aku serahkan. Jangankan uang bang, nama baik abang di depan Papa slalu aku jaga. Dimata keluarga abang adalah kakak yang baik. Sejak lama aku curiga dengan benda itu bang, dengan botol-botol itu. Tapi aku diam, aku lindungi abang di depan keluarga. Karena aku percaya abang masih mampu berfikir, mana yang baik untuk abang dan mana yang ngga ! Inikah bang, cara abang membalas semua yang selama ini aku berikan? Aku sayang abang, aku ngga mau terjadi sesuatu sama abang. Dan abang harus tau, selama ini aku tidak pernah melawan apa yang abang lakukan terhadapku. Kalau aku melawan bang, aku bukan seorang laki-laki dewasa ! Dan aku ngga akan pernah rela kalau sesuatu yang buruk harus terjadi pada abang. Aku yang bertanggung jawab atas abang di tempat perantauan ini. Hanya ada kita bang”.
Bang Diaz hanya tertunduk. Mungkin dia malu. Atau merasa sangat bersalah.
“Buang semua benda busuk itu bang, jangan biarkan aku kehilangan abang yang sangat berharga untukku”
Diaz kemudian memelukku. Dia menangis.
“Maaf Bim”
“Sudahlah bang. Ngga perlu ditangisi. Ngga ada yang harus disesalkan. Mulai sekarang lakukanlah hal yang lebih baik untuk dirimu sendiri”
“Bima... Kamu harta abang yang paling istimewa”
Begitulah kehidupan. Kehidupan takkan lepas dari cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang tak terlihat dan tak dapat dinilai karena letaknya jauh didalam hati. Maka selama kamu mampu menyayangi apa yang kamu miliki, lakukanlah tanpa menundanya !
oooOooo