Minggu, 14 April 2013

SURAT UNTUK DIA


Surat Untuk Dia

Kepada Tuhan yang menciptakan dia, manusia yang di mata hamba adalah keindahannya tidak dapat di lukiskan dengan kata-kata mutiara, keindahannya tak dapat diungkapkan melalui syair puisi, keindahannya tidak dapat diukir melalui sebuah lagu...

Kepada Sang Maha Agung, karyaMU sungguh tiada bandingnya- ketampanan wajahnya, senyumnya yang manis nan lembut, suara merdunya, tatapan matanya yang teduh, tutur katanya yang menyejukkan hati, sentuhannya yang halus, semua begitu istimewa- tampak sempurna.

Assalamualaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh,
Teruntai kata sesejuk embun di lahan edelweis, setinggi puncak krakatau, sepanjang katulistiwa, sedalam lautan samudera- teruntuk ciptaan Tuhan yang tak ternilai keindahannya...
Pertama ingin ku ucapkan terima kasih kepada engkau sang pujaan hati, karena telah memilih seorang musafir seperti ku yang telah kau percayakan hatimu untuk ku jaga. Harus kau tahu pujaan hatiku, ini adalah hal teristimewa sepanjang perjalanan hidupku, ini adalah hal paling mistery yang pernah ku alami. Begitu banyak ratu bermahkota dari kerajaan seberang menawarkan hatinya untuk kau miliki, bahkan mahar telah mereka tawarkan untukmu- untuk menarik perhatianmu agar kau mau menjadi pendamping hidupnya, kereta kencana pribadi pun mereka miliki agar kau dapat menjelajah isi dunia semaumu bersama ratu yang kecantikannya di puja-puja banyak rakyat, istana megah pun mereka tawarkan dengan harapan kau lah pewaris mahkota kerajaan itu...
Apa yang kau pikirkan lagi duhai pujaan hatiku? Gelimang harta tlah banyak dikirim untukmu, beribu-ribu tahta tlah ditawarkan kepadamu, ratu-ratu cantik menawarkan hatinya untuk menjadi permaisurimu, tapi semua harta tahta dan wanita yang datang kepadamu kau acuhkan. Bahkan harta sebanyak itu tak sedikitpun kau sentuh terlebih kau berikan pada orang lain yang membutuhkannya, tahta yang ditawarkan kepadamu kau abaikan seolah-olah kau tak membutuhkannya, seribu wanita yang datang hanya kau balas dengan senyuman tajam dan surat-surat dari mereka kau bakar dengan panasnya api. Apa yang masih kau ragukan pujaan hatiku? Hidupmu telah memasuki kaki pintu kenikmatan dunia. Lantas mengapa kau pergi dan melepas mahkota di kepalamu hanya untuk menemui seorang perempuan kosong yang tidak terlihat oleh mereka? Pandangan mereka terhadapku adalah menyurutkan martabatmu. Tidakkah engkau kemudian merasa hina atas cacian dan makian mereka? Tolong pandanglah aku dengan kedua mata sempurnamu itu wahai pujaan hatiku, jangan kau tutup sebelah matamu kemudian kau gunakan untuk memandangku...
Siapakah aku ini dihadapmu?
Aku hanyalah seorang musafir wahai raja...
Aku lah musafir yang tersesat,
Aku lah musafir yang merindukan oase,
Aku lah musafir yang dahaga,
Aku lah musafir yang kering,
Aku hanya musafir yang merindukan Tuhan,
Aku hanya musafir yang memiliki Tuhan sebagai harta termahalku,
Tangan Tuhan adalah tahta ku,
Dan aku bukanlah wanita, melainkan hanya seorang hamba...

Apa yang kau harapkan dari seorang sepertiku?

Aku tidak memiliki mahar untuk membayar hatimu, aku tidak memiliki istana untuk kau singgahi, aku tidak memiliki kereta kencana untuk membawamu menjelajah, aku tidak memiliki mahkota untuk meninggikan martabatmu.
Yang ku miliki hanya sebatas hati perempuan biasa, gubuk tua sebagai tempat persinggahan sementara dalam perjalananku sedangkan pasir adalah tempatku memijakkan setiap langkahku, kaki ku adalah kereta berhargaku yang membawa pergi kemanapun aku mau, dan rambut yang menghias kepalaku adalah mahkota sebagai penghargaan dari Tuhan bahwasanya aku adalah perempuan.

Kedua,
Ijinkan aku meminta maaf kepadamu...
Kepada matahari sebagai siang ku dan bulan sebagai malam ku. Kepadanya aku menjadikan saksi bagi puing hidupku...
Maafkan hati ku yang terlanjur mencintaimu... Maafkan atas pertemuan seorang hamba adam dan hawa yang kemudian saling jatuh hati... Maafkan atas pengakuan dari rasa yang telah dibakar oleh api cinta,
Maafkan atas semua kejadian ini...
Salahkan aku !
Salahkan aku yang tidak tahu diri !

Lihatlah pujaan hatiku, hujan mereda dan mengibarkan pelangi... Sementara aku masih berdiri disitu menghadapkan pada keindahan... Sungguh mengenalmu adalah harta yang tak bisa dibeli. Aku telah mencoba melawan keterbatasan ini, walau tak mampu aku mencoba untuk tetap melangkah...
Dan rasanya semua begitu sempurna,
Tak ingin aku mengakhirinya...
Janganlah berganti esok !
Tetaplah seperti ini...
Sebenarnya aku pernah resah menunggu kata dari mu,
Aku tahu kau membenci tentang kejujuran itu,
Tapi jam terus melambaikan jarinya...
Kemudian kau memaksa dirimu sendiri untuk ucapkan “AKU SAYANG PADAMU”...
Sekali lagi, maafkan atas semua yang telah terjadi pujaan hatiku...
Kepada bumi aku beritakan saat ini aku merindukanmu,
Kepada nafas-nafas manusia ku kirim salam rindu untukmu,
Kepada sayap-sayap patah itulah keadaan ku...
Teruntuk malam aku lantunkan syair-sayair kesetiaan dalam penantian...
Teruntuk pagi yang telah menyadarkan aku sebelum aku menjadi gila...
Tali kepercayaan ini telah mengikat antara aku dan engkau...

 9 Agustus 2011
Selamat malam,



(Pujaan hatimu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar