Kamis, 25 April 2013

Katanya

tidak ada manusia yang mau dibilang anjing...
apalagi disebut-sebut sebagai manusia berkelakuan anjing,
bukankah nilainya lebih rendah daripada seekor anjing?
tidak...
siapapun tidak akan mau diumpamakan binatang...
apalagi anjing...

aku bercerita tentang kesaksian,
di atas selembar kain putih aku berani mengibarkan kesaksian itu,
tidak perlu dibaca kalau memanglah tidak perlu
sekali lagi, tidak perlu dibaca kalau memanglah tidak perlu...

jika mata mu sudah terlanjur memerkosa kalimat-kalimat ini,
apa daya?
bukalah mata tidak sekedar mata...
hai manusia yang memang manusia, ini loh hidup...
ndak semua mereka-mereka berotak cerdas tau, apa itu hidup...
jangan salahkan...
jangan salahkan mereka, siapapun, apalagi Tuhan nya...
ia diciptakan mungkin lebih baik seperti itu...
di cemooh atau di sanjung...
pilihan itu, mereka yang rebut...
sejatinya kita-lah monyet-monyet yang bisanya angkat bicara...
"Itu keji, hei itu keji... Biadab"

kita-lah monyet-monyet !!!
kita-lah monyet-monyet sehabis makan lalu bersendawa
kita-lah monyet-monyet selesai makan lalu kembali mendengkur
kita-lah monyet-monyet bodoh...
itulah...
kenapa?

semua-semua berawal dari "katanya"

katanya...
aku anak wak haji kampung
katanya...
aku ini anak emak bapak ku
katanya...
aku cantik bila bersolek,
katanya...
mereka kikir terhadap ku,
oh... aku...

katanya...
jancuk !!! "astaghfirullah"
katanya...
asu ! "heee, mulut mu"
katanya...
sangek "aku" (dalam hatinya)

semua-semua itu saat sebelum langit buka bibir
sebelum semua awan-awan berubah debu
ketika pelangi hampir merdeka...

saya yang tau...
saya yang tau...
saya yang tau...

"saya yang tau kamu bersolek dan cantik, nak. saya yang tau untuk apa kamu cantik di buta-buta senja begini, saya yang tau... saya yang tau... saya yang tau. saya tau kenapa air jernih bisa keruh, saya tau kenapa siang bisu dan malam menjadi cerewet, bawel... saya tau nak, saya tau. sudah, diam saja. saya banyak tau hal. saya nak, tidak akan mencaci apalagi memaki. toh sudah layak kamu memilih hidup mu. lebih tepat nya jalan hidup mu. nak, tidak demikian seperti apa yang mereka omongkan tentang monyet. monyet itu ya mereka yang tidak tau memakai otaknya, walaupun mereka manusia (katanya). dengarlah, memuaskan dirimu sendiri dan monyet-monyet berandal itu adalah surga mu sendiri, kamu nak  yang berhak mendapat surga itu. kamu nak, kamu. itu, si Beringin yang otot-ototnya kekar, itukan pria mu nak? itu, dia sudah punya  monyet besar dan monyet-monyet kecil. tapi saya tau kenapa kamu memilih Beringin itu? ya saya tau, karena dia yang bisa membuka pintu surga mu, dia pemegang kuncinya. sementara Kactus yang itu, dia masih sepantaran monyet-monyet yang masih tumbuh. lihatlah, dia masih terlihat bodoh nak. dan itu... ya itu... semua, dimana-mana tetap si Beringin lah yang menang. tapi sampai kapan nak, sampai kapan terus begini? sampai kapan? sampai kapan? saya sudah bosan mendengar kamu di libatkan dalam perbincangan kaum-kaum mereka, kaum suci katanya. ah, sudahlah. toh kamu nanti juga tau nduk, cuma bukan sekarang waktunya. waktu mu masih panjang selama masih ada waktu. pergilah, waktu mu untuk merdeka. jangan lupa kondom nya"


*diary Melati ,   April '13
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar