Minggu, 14 April 2013

THE WAY I LOVE YOU


Langit mencengkram bumi dengan tangan-tangan indahnya, memecah kegelapan dengan sinar cahaya. Rona wajah langitpun mulai nampak seiring matahari yang berjalan perlahan. Ku dengar kicauan burung yang menghiasi pagi ini, suaranya merdu. Aku beranjak dari tempat tidur dan praaanggg, rupanya aku menjatuhkan sesuatu. Aku menghela nafas sebelum mengambil sesuatu yang jatuh itu. Hemh, sebuah figura...
Fotoku bersama seseorang...
Aku jadi teringat sesuatu, teringat suatu kejadian yang membuat aku berfikir tentang arti cinta. Seseorang yang ada di foto itulah yang membuatku demikian.
Dia sosok yang hebat menurutku. Dialah pejuang ku, lebih tepatnya pejuang hatiku, hehehe. Dia laki-laki yang aku tau amat mencintai ibunya. Dialah yang selalu memperlakukan ku istimewa, istimewa karena dia memandangku sebagai wanita berharga. Dia adalah pahlawan ku ketika aku terjatuh dalam jurang yang dalam dan dia mampu menjadi lakon yang sangat lucu ketika aku pasang tampang sedih, ngga kalah lucunya sama pemeran opera van java. Dia lelaki super istimewa deh. Ngga ada yang bisa menandingi keistimewaannya, hehehe. Biar ngga bikin penasaran, aku kenalkan saja sosok yang sangat mempesona ini, namanya Rendi. Dia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Apapun tentang dia nilainya A dimataku.
Rendi itu kekasihku. Betapa dia sangat istimewa dimataku, bagaimana tidak? Dia selalu memanjakan ku, jadi ngga heran kalo aku manja banget sama dia. Kalo pas aku lagi bawa bekal ke sekolah, pasti dia suapin pas jam istirahat dan aku pasti sibuk mengunyah makanan ku sambil mengerjakan tugas yang belum selesai. Persis anak kecil yang sedang disuapin ibunya kalo lagi susah di ajak makan. Cuma bedanya aku ngga merengek kayak anak kecil. Ya jelas, masa SMA masih merengek? Yang benar saja. Rendi itu bak pangeran seperti di negeri dongeng yang selalu menjadikan aku ratu. Hemh, begini nih berangkat sekolah aku di jemput sampai pulang pun aku diantar. Pergi les dan latihan basket pun aku diantar, ya pulangnya pasti dijemput dia lagi. Yah, 11-12 lah sama ratu Elizabeth yang selalu dikawal kemanapun dia pergi. Bedanya ratu Elizabeth menaiki studebaker1nya kemanapun dia pergi, kalo aku cukup kereta2 saja. Setiap hari ulang tahun ku tiba, sebuah kado dengan bungkus paling besar pasti darinya. Biasanya isi di dalamnya boneka dengan ukuran besar. Jadi ngga heran kalo dikamarku banyak terpajang boneka, selain dari dia juga dari teman-teman sekolah yang turut menghadiahkan ulang tahun ku dengan kado. Kebetulan juga aku sangat senang dengan boneka, alhasil aku bisa mengoleksi benda kesayangan ku itu tanpa membeli, lucu-lucu lagi bonekanya. Sama halnya dengan valentine’s day. Rendi biasanya menghadiahkan boneka ditambah ciri khas val’s day, cokelat. Rasanya hidupku ini penuh dengan kejutan yang luar biasa. Berbicara masalah kasih sayang, Rendi adalah laki-laki yang sangat menyayangi ku. Dia mencintaiku apa adanya. Perhatiannya dia limpahkan semua hanya untukku. Cintanya dia berikan seluruhnya hanya untukku. Kasih sayangnya dia curahkan semua untukku. Kesetiaannya, tak ada siapapun yang bisa menandingi tanda kesetiaannya itu. Bagaimana dengan ku?
Flashback 20 Maret 2009,
Sore itu aku sedang les bahasa inggris. Kebetulan aku berangkat tidak diantar pangeran Rendi. entah kenapa sepanjang perjalanan menuju tempat les, aku merasa perasaanku ngga enak. Seperti sedang gelisah.
“Ah, mungkin perasaan Dinda aja” gumamku.
Aku berusaha mengenyahkan perasaan yang mengganjal itu. Namun tetap saja perasaan ngga enak ini hinggap dan ngga mau pergi.
Sesampainya ditempat les...
Hampir 1 jam sudah terlewati aku mendengarkan celotehan ibu Mina dengan logat keminggrisnya itu. Kemudian handphone ku bergetar. Rupanya sms dari Rendi. Beginilah percakapanku dengan Rendi lewat ‘Short Message Service’.


1 : Studebaker (pengucapan Inggris: / stju ː dəbeɪkər / rebus-də-bay-kər ) Corporation adalah Amerika Serikat wagon dan mobil produsen yang berbasis di South Bend, Indiana . Didirikan pada tahun 1852 dan didirikan pada tahun 1868 di bawah nama Perusahaan Manufaktur Saudara Studebaker, perusahaan awalnya produsen wagon bagi petani, penambang, dan militer (sumber : google.co.id)
2 : Kereta (istilah melayu) artinya sepeda motor (dalam bahasa indonesia baku)

[Rendi] : Syg, sore ini ada les kan?
[Dinda] : Ya syg...
[Rendi] : Udah nyampek sekolah blum?
[Dinda] : Aku lagi les syg
[Rendi] : O... Ya sudah les dulu syg...
Beberapa menit kemudian
[Rendi] : Syg, aku kecelakaan !
Waktu les usai, segera aku menuju parkiran dan langsung menuju rumah sakit kota yang ditunjukkan Rendi, tempat dimana dia dirawat. Sepanjang perjalanan cuma dia yang aku pikirkan. Aku takut keadaannya lebih parah dari apa yang aku bayangkan. Aku tidak bisa berfikir tentang apapun saat itu. Hanya Rendi, Rendi, Rendi dan Rendi.
“Tuhan, aku amat mencintainya... Tolong dia Tuhan. Aku sangat menyayanginya. Semoga dia baik-baik saja” gumam ku dalam hati.
Semakin dekat jarak ku dengan rumah sakit. Jantungku mulai berdetak ngga karuan, aku takut. Tangan dan kaki ku mulai sedikit bergetar. Aku takut melihat keadaan yang tidak akan baik terjadi pada Rendi. Keringat mulai membasahi kedua tangan ku. Jantungku berdetak semakin cepat. Entah pikiran ku mulai kacau. Semua ini terasa membebaniku. Berat...
Dan akhirnya akupun sampai depan pintu pagar rumah sakit. Dengan cepat aku membawa motor ku menuju parkiran. Dari jauh aku lihat sosok yang masih sangat tampan berjalan ke arah ku. Wajahnya masih penuh senyum. Dia yang ku khawatirkan terlihat kuat disaat kondisinya lemah. Aku tau dia berbuat begitu agar aku tidak mengkhawatirkannya lagi. Tapi memang melihat senyumnya aku sedikit merasa tenang, walau detak jantungku belum mau berhenti. Dia menutup hidungnya dengan tissue.
“Sayang, kamu ngga apa-apa?” tanya ku mencoba mengusir perasaan takut ku sendiri.
“Ngga apa-apa sayang, cuma...”
“Cuma kenapa sayang?” aku jadi penasaran.
“Dinda sayang, hidungku patah. Bentar lagi mau di rontgen. Dinda tenang ya sayang”
Mendengar Rendi berkata demikian, tubuhku lemas. Rasanya kaki ini ngga mau melangkah lagi. Kalaupun ngga dilarang satpam, aku ingin duduk di tengah-tengah jalan ini, tempat lalu lalang ambulance. Biar saja, aku dianggap orang tak waras. Aku sudah letih berjalan. Rendi yang berjalan mendahului ku, kemudian berbalik menuju arah ku yang berjalan sambil menundukkan kepala.
“Dinda kenapa sayang?” Rendi mengangkat dagu ku.
“Ngga papa sayang” aku mencoba tersenyum walau sebenarnya menahan sakit.
“Emmm, Rendi apa harus dioperasi?” lanjutku kemudian.
Rendi tersenyum manis sekali.
“Ngga sayang. Mungkin ngga sampai operasi. Sayang tenang aja ya. Rendi baik-baik aja kog sayang”, Rendi kemudian menarik tissue yang menutup hidungnya. Dari situlah kemudian aku melihat tissue itu berlumur darah. Hidung Rendi basah karena darah ngga mau berhenti dari hidungnya. Aku semakin lemas. Perlu kalian tau kawan, aku mengidap phobia terhadap darah dan penyakit ini disebut hemophobia. Rasanya badan ku lemas ketika melihat darah yang mengalir dari hidung Rendi. Berat rasanya kaki untuk melangkah. Tangan dan kaki bergetar walau tidak begitu terlihat. Rasanya kaki ku ngilu. Begitulah hemophobia yang aku rasakan. Tapi aku tidak memperlihatkan kesakitan ku di depan Rendi. Karena aku tau Rendi lebih membutuhkan perhatian ku.
“Sayang, Rendi masuk ke ruang rontgen dulu ya. Sayang tenang ya” Rendi mengusap kepala ku.
Dalam keadaan seperti ini, dia masih saja Rendi yang penuh perhatian. Seharusnya aku yang katakan itu pada Rendi, tapi sebaliknya malah Rendi yang menguatkan aku.
Setelah menunggu beberapa menit, Rendi keluar dari ruang rontgen diikuti kakak perempuannya, kak Windi.
“Sayang, Rendi harus disini untuk beberapa jam. Rendi masuk ICU dulu sayang, Rendi mau berbaring biar darahnya ngga keluar terus” ucapnya lembut.
“Ya sayang, Dinda ikut ya temani sayang”
Rendi hanya mengangguk diikuti senyumnya yang masih manis.
Diruang itu hanya ada aku, kak Windi dan suami kak Windi. Mereka duduk dan saling bercerita. Sedangkan aku tak bisa di dekat Rendi terlalu lama, karena melihat darahnya terus mengalir membuat kakiku semakin ngilu. Aku berjalan disekitar Rendi berbaring. Ada etalase besar yang isinya obat-obatan dan sebagian peralatan sakit. Aku mencoba mengalihkan perhatian Rendi yang sedang menahan sakit. Aku baca obat-obatan yang ada disitu. Aku letakkan kembali pada tempatnya seperti semula. Mungkin Rendi sedang memperhatikan tingkahku. Mungkin memang terlihat aneh. Tapi ngga ada cara lain untuk menghentikan hemophobia ku ini. Mungkin aku memang ngga tau diri, disaat Rendi membutuhkan perhatian ku, aku malah sibuk sendiri. Entahlah, apa yang bisa ku lakukan untuk Rendi sekarang. Yang pasti dibenakku saat itu, aku berharap Rendi bisa sembuh.
“Ini harus di operasi, karena tulang bagian kanan menggeser” kata dokter kemudian.
Aku berharap salah dengar. Semoga telinga ku sedang tidak baik-baik saja.
“Sayang” ucap Rendi lirih.
Aku mendekatinya. Wajahnya masih penuh senyum. Dalam keadaan seperti ini dia tetap memperlihatkan keadaan baik padahal aku tau saat ini dia sedang berjuang menahan sakitnya.
“Rendi apa harus dioperasi? Kenapa hidung Rendi? Lukanya parah?”
“Ngga sayang. Rendi ngga dioperasi kog. Sayang tenang ya”
“Dinda dengar dokter tadi bilang sayang harus operasi”
“Ngga sayang, Rendi baik-baik saja. Rendi ngga akan dioperasi. Sayang percaya Rendi”
“Ya sayang. Dinda balik dulu ya, udah mau menjelang malam. Dinda takut mama khawatir dirumah”
“Sayang hati-hati ya”
Aku mengangguk.
Sudah seminggu Rendi tidak terlihat di sekolah. Rasanya sepi menerkam seorang bernama Dinda. Melihat sekelilingku teman-teman lepas dengan tawanya sepanjang pelajaran. Aku cuma duduk dan berharap setelah hari ini berganti, esok ku lihat Rendi lagi disekolah. Aku rindu senyumnya, aku rindu candanya, aku rindu suapan lembutnya, aku rindu semuanya tentang dia. Tapi aku tak bisa berbuat sesuatu, hanya berharap berharap berharap dan terus berharap dengan harapan besar.
Kabar terakhir, Rendi tidak dioperasi. Dia hanya pergi ke tempat tukang urut, supaya hidungnya yang bengkok bisa kembali seperti semula walaupun tidak senormal dulu.
Handphone ku berdering...
[Coky] : denger2 pacar kamu kecelakaan?
[Dinda] : iya. Aku mohon do’anya ya...
[Coky] : Denger2 lagi, hidungnya patah ya? Operasi ya?
[Dinda] : ngga dioperasi Coky, cuma diurut aja. Dia ngga mau wajahnya nanti cacat setelah operasi. Makanya dia menghindari operasi.
[Coky] : jangan2 ga operasi gara2 ga da duitnya tuh...
Coky ini teman dekat ku. Gosipnya sih dia ada feeling sama aku. Tapi aku cuek aja sama dia. Mungkin sms terakhirnya hanya candaan saja. Tapi sejujurnya aku ngga terima dia bilang seperti itu. Aku ngga rela kekasihku dihina seperti itu. Tapi, aku anggap saja omongannya seperti angin yang berlalu begitu saja. Aku cuma ngga mau terlalu memikirkan orang lain selain Rendi.
Hari ini Rendi menampakkan batang hidungnya disekolah. Semangatku yang sempat luntur selama seminggu, kini mulai berkobar lagi. Rendi terlihat agak membaik walaupun hidung bagian kirinya masih menyisakan bengkak kecil. Melihatnya aku jadi tak tahan menahan airmata yang ingin jatuh. Sejauh ini Rendi pasti berjuang menahan sakitnya. Tanpa aku disampingnya, dia masih terlihat kuat.
Maafkan aku Ren, kalau sekolah menyita waktu ku yang seharusnya untuk kamu. Maafkan aku Ren, yang tega membiarkan kamu melawan sakit itu sendiri. Maafkan aku Ren... Aku sayang kamu. Karena aku percaya kamu lebih kuat dari ku. Karena aku percaya kamu mampu bertahan untukku.
“Sayang kenapa? Kog diam?”
“Ngga papa Ren. Mau pulang sekarang? Aku yang nyetir ya?”
“Emm, Rendi aja yang nyetir. Rendi ga papa sayang”
“Ngga. Rendi masih sakit. Dinda aja yang nyetir demi baginda raja sekali ini saja ya” ucapku memaksa.
“Ya deh. Dinda, Rendi pinjam handphone Dinda ya. Rendi ngga bawa handphone hari ini. Rendi mau bilang sama bunda, kalau Rendi pulang sama Dinda, jadi biar bunda ngga jemput ke sekolah”
“Iya sayang. Ini handphone-nya pake aja”
Mungkin sepanjang perjalanan Rendi membuka message dan membaca inbox di hp ku. Setelah aku mengantarnya pulang, aku mendapati sms dari Rendi.
[Rendi] : Coky itu siapa?
[Dinda] : Temen ku. Napa sayang?
[Rendi] : Bisa ngga dia sopan dikit kalau sms...
[Dinda] : Aku ngga ngerti. Sayang ngomong apa?
[Rendi] : Besok aku jelasin...

Perasaan ku ngga enak. Sms dari Coky masih belum sempat ku hapus. Aku semakin yakin kalau Rendi besok akan membahas hal ini.
Siang itu sepulang sekolah...
“Coky itu siapa Dind?”
“Temen deket Rend. Dia sekolah di SMA Pelita II. Aku kenal dia pas aku latihan basket di alun-alun kota. Kenapa?”
“Bisa ngga dia lebih sopan dikit sms kamu. Bisa ngga dia ngga ikut campur urusan ku, aku berobat ke dokter kek, ke dukun, ke paranormal, kemanapun, bisa ngga dia ngga ikut campur? Jujur aku tersinggung Dind. Dind, aku memang bukan orang kaya. Tapi aku masih mampu sembuh dengan cara ku Dind. Kamu ngga perlu menyimpan sesuatu Dind. Aku tau dia menyukai mu Dind. Aku tau kabar itu dari salah satu teman sekelasmu. Aku banyak tau tentang Coky, Dind. Aku tau dia anak orang kaya. Semua yang dia mau, dia pasti bisa beli. Beda dengan seorang Rendi. Tapi aku masih punya harga diri Dind !”
“Aku juga mendapat cerita tentang Coky. Nampaknya dia istimewa ya Dind buat kamu. Sebetulnya semua ini ingin aku ungkap dari dulu. Hanya tertahan Dind, aku ngga sanggup kalau harus melihat kamu disalahkan. Aku ngga sanggup Dind. Tapi ini keterlaluan. Apa istimewa nya Coky daripada aku? Aku yang selalu ada buat kamu Dind. Bukan Coky. Bukan Coky. Apa istimewanya dia? Kenapa 3 bulan lalu ketika Coky mendapati kecelakaan kamu begitu perhatiaannya? Kenapa bukan aku Dind yang mendapat perlakuan itu dari kamu? Kenapa harus Coky? Kenapa saat aku yang terbaring dirumah sakit kamu malah seolah tidak peduli dengan ku? Kenapa? Kenapa kamu membiarkan keadaan ku dengan mengalihkannya ke etalase yang penuh obat-obatan dan alat-alat sakit? Kenapa Dind? Kenapa? Kenapa kamu ngga bisa seperti Marsya? (Marsya pacar Davin. Davin sahabat Rendi-red). Tapi dia peduli Dind dengan keadaanku. Saat aku terbaring sakit, dia menangis untukku Dind. Kenapa bukan kamu Dind yang menangis untukku? Kenapa harus orang lain yang menangisi aku? Kenapa???”
Aku hanya terdiam mendengar kata-katanya yang seolah menikam tiba-tiba dan aku harus mati saat itu juga. Untuk bicara saja, lidahku kelu. Seandainya kamu paham tentang semuanya Rend, kamu takkan menghakimi aku seperti ini. Seandainya cinta itu bisa berbicara, aku ingin dia berbicara kepadamu, supaya kamu tau arti cinta ku untuk kamu.
“Kenapa aku harus kamu sama kan dengan Marsya, Rend? Kenapa? Jujur saja aku tidak pernah membandingkan kamu dengan orang lain. Kamu istimewa buat aku. dan karena kamu beda dari yang lain. Aku harus pulang !” aku pergi meninggalkan Rendi yang masih diam dikelas. Keadaan sekolah hampir sepi tinggal beberapa orang saja masih berkativitas. Matahari terik sekali siang ini. Airmata yang sejak tadi tertahan, kini tumpah ketika aku masuk kamar tidurku. Hal yang tidak terduga Rendi bisa berkata demikian. Kenapa dia bisa berpikiran seperti itu? Kenapa dia tidak menghargai ketulusan ku untuknya?
Kemudian aku tuliskan sekilas perjuangan cinta ku untuknya dalam ‘Diary Lusuh Adinda’. Beginilah sedikit isi dari tulisan itu...

Ku persembahkan dengan air mata menjadikannya kisah dalam bentuk cerita...
Hanya kekuatan yang ku punya yang dapat membuatku bertahan menghadapi kemelut kehidupan...

Maafkan aku yang tak pernah membuat mu bahagia,
Maafkan aku yang tak mampu membuatmu tersenyum,
Maafkan aku tak pernah bisa menjadi seperti orang lain yang mengerti kamu...
Aku jauh dari mereka,
Aku takkan mampu menjadi seperti mereka...
Aku hanya sebatas sampah,
Yang takkan menjadi suatu berarti untuk siapapun...
Menangis dan airmata bukanlah tanda kelemahan bagiku...
Tapi ia adalah cara untuk sedikit membuat ku ‘bertahan’,
Selanjutnya Tuhan yang menguatkanku...
Dengan tongkatNya aku mampu berdiri lagi,
Dengan sayapNya aku dapat melawan keputusasaan,
Dan dengan mahkotaNya, aku merasa berharga...

Seandainya kamu mengerti secuil tentang diriku agar kau tau dan aku bisa seperti mereka adanya. Hanya malam yang mampu tunjukkan aku bisa beri ketulusan dari hati ku hanya untukmu... Pernahkah kau terjaga dengan setitik arti adanya diriku yang terus mencoba bertahan untukmu...
Aku bukanlah dia yang mungkin mampu mengerti keadaan mu. Tapi aku punya cara untuk mencintaimu. Lebih dari hanya memahami dan mengerti keadaan mu. Hanya saja cinta itu tak nampak, maka dari itu dia tidak terlihat dan tak bisa dinilai. Cinta itu tidak berbicara juga tidak menjawab, tapi dia membuktikan. Jangan menghakimi ku dengan tuduhan yang belum banyak kau tau... Aku tidak pernah membandingkan kekasih ku dengan orang lain. Karena tidak ada yang lebih baik untukku selain kamu. Dan harus kamu tau, aku menderita hemophobia ! Bukan alasan untukku sebenarnya menghindari ketakutanku saat dirumah sakit itu... Tapi aku tak bisa menguatkan diriku sendiri, mungkin aku memang terlalu lemah. Aku tidak sehebat kamu yang masih bisa tersenyum saat berbaring lemah. Aku memang tidak pernah ada disampingmu ketika kamu membutuhkan aku, karena aku percaya kamu bisa tanpa aku karena kamu Rendi yang kuat. Aku percaya kamu mampu berjuang sendiri melawan sakitmu, karena kamu lelaki !
Mungkin ini saatnya aku melepas kamu dan bukan berarti cinta ku untukmu terbakar dan hangus seperti debu. Cinta ini tetap utuh untuk kamu. Aku tidak akan meminta kamu untuk melupakan aku. Aku juga tidak meminta kamu untuk mencari pengganti ku yang lebih baik. Aku hanya ingin mencintaimu dengan cara ku sendiri. Aku yakin ini cara terbaikku bersama mu. Biarkan dihatiku tetap tertulis namamu, biarkan hatiku hidup bersama nama mu...
Selamat Malam
21 Juni 2009

Aku terjaga dari lamunan ku. Tak terasa masa lalu ini membuat airmata ku menetes perlahan. Wajahku basah dengan ribuan tetes airmata. Ku kecup foto dalam figura itu dan ku peluk seakan aku bersama nya.
“Selamat tinggal Rendi. Bahagialah bersama kebahagiaanmu”...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar